JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan utang di 2018 turun dibandingkan dengan APBN-P 2017 sebesar Rp399,2 triliun. Sedangkan di 2017 pembiayaan utang tercatat sebesar Rp427 triliun.
Adapun utang tersebut akan berasal dari penerbitan surat utang negara (SBN) Rp414,7 triliun (netto) dan pinjaman sebesar defisit Rp15,5 triliun (netto) di 2018. Sementara itu Defisit di 2018 juga lebih rendah dibandingkan tahun ini, yakni dari Rp362,9 triliun atau 2,67% terhadap PDB menjadi Rp325,94 atau 2,19% di tahun depan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan pembiayaan utang dimanfaatkan untuk hal-hal yang produktif, efisien dan hati-hati. Rasio utang juga dijaga di bawah 30% dengan pendalaman pasar keuangan, penurunan defisit keseimbangan primer dan fokus pendanaan dalam negeri.
Baca juga: Target Pajak Masih Sulit Terkejar, Menkeu: Utang Diupayakan Terus Turun
"Sumber utama utang adalah SBN. SBN (netto) Rp414,7 triliun. Jadi utang Rp399,2 triliun tapi SBN lebih tinggi karena pinjaman akan negatif. Mata uang didominasi rupiah. Valas (USD, Euro dan Yen) itu sebagai pelengkap kurang lebih 20%, tenornya dominan menengah-panjang dengan menaikan size jangka pendek untuk efisiensi biaya untuk dukung likuiditas pasar. Kuponnya mayoritas fix," ungkapnya di Ruang Rapat Komisi XI, Jakarta, Senin (11/9/2017).
Selain itu, Pemerintah juga akan menerbitkan surat berharga negara (SBN) rupiah dengan porsi 70% hingga 80% dari total penerbitan. Adapun penerbitan dengan Surat utang negara (SUN) dan surat berharga syariah negara (SBSN) 22 kali hingga 24 kali. Serta non lelang SBN ritel dan private plecement jika penerbitan utang valas 20%-30% dalam bentuk USD, Euro Japanes dan Yen.
"Ini dilakukan melihat kondisi pas untuk menghindari crowding out di dalam negeri. SUN akan ambil peranan 70%-75% dan sukuk 25%-30%," jelasnya.
Baca juga: Raih Investment Grade dari 3 Lembaga, Sri Mulyani: Kita Bisa Jual SUN dengan Bunga Rendah
Sementara itu, sumber utang lainnya akan didapatkan pemerintah dari pinjaman dengan nilai negatif Rp15,5 triliun di 2018. "Artinya kami akan lebih banyak bayar pokok pinjaman dibanding pinjaman baru. Pinjaman dalam netto Rp3,1 triliun, pinjaman luar negeri negatif Rp18,6 triliun," tukasnya.
(Rizkie Fauzian)