WASHINGTON – Perusahaan mainan anak-anak Toys ‘R’ Us terancam mengalami kebangkrutan dalam waktu dekat. Mereka meminta perlindungan dari pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Kanada untuk membantu upaya restrukturisasi utang.
Toys ‘R’ Us dikenal sebagai pemain dominan di pasar mainan anak-anak di AS. Namun, akhir-akhir ini mereka harus berjuang keras di tengah persaingan global yang kian ketat, terutama dengan adanya toko-toko online seperti Amazon.com . Toys ‘R’ Us yang memiliki 1.600 gerai dan 64.000 pegawai, kini terancam bangkrut. Toys ‘R’ Us menyatakan operasi yang terpengaruh sebagian besar terjadi di AS dan Kanada. Sementara di Eropa, Toys ‘R’ Us masih memiliki harapan meski jangka waktunya tidak diketahui.
Baca juga: Teknologi Berkembang Pesat, Pedagang di LTC Glodok Mulai Rambah Bisnis Online
Cabang Toys ‘R’ Us di Australia yang terpecah menjadi 255 gerai dan di Negara-negara Asia lainnya, juga kemungkinan masih terbilang aman. Ancaman kebangkrutan yang menimpa Toys ‘R’ Us membuktikan toko ritel tradisional sedang berjuang keras mendapatkan pangsa pasar. Toys ‘R’ Us menyatakan mayoritas toko mereka di seluruh dunia tetap memberikan keuntungan. Jadi, mereka akan tetap melakukan operasi seperti biasanya, terutama pada hari-hari libur panjang.
Kendati begitu, Toys ‘R’ Us akan menerapkan strategi baru untuk mengamankan masa depan mereka dengan membuka toko web dalam menjajakan produk-produknya. Pasalnya , sebagian besar konsumen kini sudah beralih ketoko online. Global Data Retail memperkirakan 13,7% penjualan mainan dilakukan via internet pada 2016. “Angkanya naik 6,5% dari setahun sebelumnya,” ungkap Global Data Retail, dikutip BBC.
Baca juga: Industri Ritel Lesu, Pelaku Usaha Dituntut Kreatif Tarik Pengunjung
“Satu dekade yang lalu, pasar mainan domestik mengalami perubahan dramatis dengan adanya channel baru, kenaikan kompetisi, dan teknologi baru. Semua itu berdampak terhadap penjualan mainan di toko tradisional,” tambah mereka . Direktur Manajer Global Data Retail Neil Saunders menambahkan, di tengah persaingan yang semakin ketat, Toys ‘R’ Us tidak mampu beradaptasi secara efektif.
Senada dengan Saunders, pendiri toko mainan The Entertainer, Gary Grant, mengatakan kebiasaan jual-beli masyarakat telah berubah sejak toko online booming. “Kami bahkan menyaksikan sebuah supermarket yang biasanya ramai dikunjungi para konsumen, kini menjadi tampak lebih sepi, sama seperti took-toko besar di kota-kota kecil,” kata Grant . “Jadi, kami melihat saat ini toko grosir lebih sukses dibandingkan sejumlah pedgang di beberapa unit yang ada di grosir tersebut,” tambahnya.
Baca juga: Matahari Cs Tutup Gerai, Mendag Tegaskan Tidak Ada Hubungannya dengan Daya Beli!
Toys ‘R’ Us menginginkan perusahaan tetap menggeliat dalam jangka panjang. Namun, mereka kini memikul beban utang yang sangat berat dan sudah berubah menjadi permasalahan serius. Beberapa lembaga peminjam utang, termasuk bank pimpinan JPMorgan, meminjamkan dana lebih dari USD3 miliar terhadap mereka. “Kombinasi antara utang yang tinggi dan perubahan struktur yang signifikan dalam bidang industri ritel menciptakan racun yang menyerang Toys ‘R’ Us.
Mereka tidak memiliki pilihan lain selain melakukan restrukturisasi dan mencoba berdiri di atas kaki mereka sendiri tanpa kembali mengambil pinjaman dari bank,” tandas Saunders. Namun, Toys ‘R’ Us menyatakan mereka memerlukan anggaran segar untuk meningkatkan kesehatan keuangan dan operasional perusahaan. “Misi kami kali ini ialah bekerja sama dengan pemegang utang dan kreditor lainnya untuk merestruktur utang jangka panjang senilai USD5 miliar dalam neraca keuangan,” kata Ketua Eksekutif Dave Brandon.
Baca juga: Banyak Pusat Perbelanjaan Tutup, Mendag: Kondisi Masih Baik
Brandon menambahkan, toko Toys ‘R’ Us baik tradisional maupun online akan tetap buka seperti biasa. Para ahli mengatakan industri ritel sedang mengalami permasalahan. Media NPR bahkan menyatakan 2017 menjadi tahun terburuk bagi toko ritel. Pembeli tetap ada, tetapi sebagian besar transaksi dilakukan secara online. Marshal Cohen dari The NPD Group juga mengatakan dana operasi banyak dihabiskan percuma. Presiden Retail, Wholesale, and Department Store Union, Stuart Appelbaum, juga mengatakan banyak orang menjadi stres.
“Pekerja ritel sedang tertekan. Kami khawatir mengenai e-commerce, mengenai otomatisasi, dan apa yang terjadi terhadap pegawai ritel yang akan kehilangan pekerjaan jika toko ditutup,” terangnya.
Toys ‘R’ Us merupakan satu dari sejumlah perusahaan ritel tradisional asal AS yang sedang mengalami krisis. Sears Department Store juga sebelumnya menyatakan mengalami penurunan penjualan dan menelan kerugian yang sangat besar. Pada Januari, mereka akhirnya mengumumkan telah menutup lebih dari 100 gerai di AS.
Department store yang lain, termasuk Macy ’s yang juga memiliki Bloomingdales, pun mengalami penurunan penjualan yang signifikan. Perusahaan pakaian asal AS The Limited and Wet Seal juga mengalami hal serupa. Mereka mengajukan perlindungan kebangkrutan awal tahun ini setelah utang membengkak . Di Indonesia, PT Matahari Department Store Tbk yang memut uskan untuk menutup dua gerainya di Pasaraya Blok M dan Manggarai akhir September 2017.
Tutupnya dua toko tersebut disebut sebagai strategi bisnis perseroan. A sosiasi Peng usaha R itel Indonesia (Aprindo) mengakui industri ritel saat ini memang belum menunjukkan performa terbaiknya. Dia pun menolak jika tutupnya toko ritel dikaitkan dengan pelemahan daya beli. Menurutnya, saat ini pola belanja masyarakat memang tengah bergeser atau mengalami perubahan, maka perusahaan-perusahaan di bidang ritel menyusun ulang strategi untuk tetap bertahan.
“Pola konsumsi masyarakat sekarang ini yang pick up service, dengan yang delivery ser vice. Jadi, konsumen semakin ingin dimanja kan dengan segala cara yang lebih mudah dan lebih cepat,” papar Roy. Pelaku ritel sejauh ini pun dinilainya telah mampu menjawab tantangan tersebut.
Jadi, industri dalam bidang ritel diharapkan masih mampu bertahan di tengah situasi seperti apa pun. Jadi, Matahari yang akan menutup dua tokonya tidak serta-merta dapat dikaitkan karena bisnisnya tak mampu bertahan, begitu pun perusahaan ritel lainnya . “Jadi, itu artinya kita harus mengikuti zaman lah ya, mengikuti perubahan atau teknologi yang berkembang dan jaman yang berubah,” tandasnya.
(Fakhri Rezy)