JAKARTA – Inflasi pada akhir tahun ini diperkirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya seiring harga pangan yang terjaga rendah dengan pengecualian harga beras meningkat di atas historis sejak September lalu. Inflasi berpotensi lebih rendah lagi dipengaruhi ekspektasi masih rendahnya inflasi inti.
”Namun, terdapat risiko ke atas dari kenaikan batas bawah tarif angkutan udara,” kata Ekonom Bank Permata Josua Pardede. Secara keseluruhan, inflasi diperkirakan berkisar 3,0-3,5% pada akhir tahun ini. Dia mengungkapkan, inflasi yang rendah semestinya bisa meningkatkan daya beli masyarakat. Namun, daya beli terutama masyarakat berpendapatan menengah ke bawah juga turut dipengaruhi pertumbuhan pendapatan riil yang relatif masih flat atau cenderung menurun.
Menurut dia, salah satu indikasinya adalah upah riil buruh bangunan masih kontraksi terkait dengan semakin rendahnya serapan tenaga kerja di sektor konstruksi karena peningkatan otomisasi di sektor tersebut. Selain itu, masih lemahnya pendapatan masyarakat bawah juga bersumber dari pertumbuhan remitansi TKI yang negatif. ”Menurunnya jumlah pengiriman TKI dipengaruhi siklus komoditas dan kebijakan moratorium,” ungkap Josua.
Baca juga: Prediksi BI: Minggu Kedua November Inflasi 0,18%
Oleh sebab itu, kata dia, stimulus fiskal seperti padat karya cash serta bantuan sosial lainnya yang akan digulirkan tahun depan diharapkan bisa meningkatkan daya beli masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Sementara itu, peningkatan konsumsi masyarakat menengah ke atas diharapkan meningkat seiring perbaikan intermediasi perbankan. Ha tersebut juga sejalan dengan berlanjutnya dampak penurunan suku bunga acuan dan pelonggaran kebijakan makroprudensial serta kemajuan konsolidasi perbankan dan korporasi.
Dihubungi terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira memprediksi, inflasi hingga akhir tahun 2017 akan ada di level 3,9-4,1%. Menurut dia, akan ada potensi inflasi meningkat pada bulan November-Desember lantaran faktor musiman kenaikan konsumsi Natal dan Tahun Baru 2018. Secara umum, katanya, inflasi sepanjang tahun 2017 lebih disebabkan administered price atau harga yang diatur pemerintah khususnya tarif listrik.
Baca juga: Inflasi Rendah, Sri Mulyani Sebut Jadi Insentif Belanja
Sementara inflasi bahan makanan yang rendah lebih mencerminkan daya beli masyarakat menurun. Dia menuturkan, sebenarnya inflasi rendah menandakan perekonomian yang belum membaik. Hal tersebut karena inflasi rendah bukan disebabkan stabilisasi harga pangan berhasil, melainkan demand pull inflation -nya kecil. ”Ini terlihat dari inflasi inti tiga tahun terakhir trennya turun,” ujar Bhima. Kalau permintaan kecil, maka konsumsi rumah tangga yang berkontribusi 56% terhadap PDB akan tumbuh terbatas. ”Inflasi rendah tergantung dari penyebabnya. Sekarang inflasi rendah karena yang beli sedikit. Konsumsi masyarakat turun dari 4,95% pada kuartal dua menjadi 4,93% pada kuartal tiga,” ungkapnya.
Bank Indonesia (BI) juga memperkirakan inflasi hingga akhir tahun 2017 akan tetap rendah, yaitu sebesar 3,0-3,5%. Angka tersebut berada dalam batas bawah kisaran sasaran BI sebesar 4+1%. Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo mengatakan, pergerakan inflasi yang semakin menurun disebabkan rendahnya inflasi inti (core inflation), rendahnya tekanan dari barang impor, dan juga permintaan domestik. Selain itu, inflasi rendah ini karena komoditas pangan bergejolak atau volatile food yang juga rendah hingga akhir tahun ini. ”Inflasi volatile food tercatat rendah didukung oleh perbaikan sisi pasokan dan dampak positif berbagai kebijakan pemerintah,” katanya.
Sementara itu, inflasi administered prices juga tetap terkendali. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi kebijakan bersama pemerintah pusat dan daerah dalam pengendalian inflasi agar tetap berada di kisaran sasaran 3,5+1% pada 2018.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)