JAKARTA - Utang luar negeri Indonesia selama kuartal III 2017 naik 4,5% (year on year/yoy) dibandingkan periode sama 2016 atau menjadi sebesar USD343,1 miliar. Kenaikan utang luar negeri dikarenakan pertumbuhan utang publik, atau utang pemerintah dan bank sentral, yang naik 8,5%.
Menanggapi kenaikan utang tersebut, Deputi Komisioner Pengaturan dan Pengawasan Terintegrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Imansyah mengatakan, kenaikan utang tidak harus selalu direspon secara negatif. Pasalnya, ketika memutuskan untuk menambah utang luar negeri, pemerintah pasti telah melakukan penghitungan dengan seksama.
Baca Juga: Utang Luar Negeri Indonesia Naik 4,5% Jadi USD343 Miliar di Kuartal III
Di samping itu, Imansyah menjelaskan bahwa penambahan utang luar negeri dipergunakan untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang dapat menggerakan pertumbuhan ekonomi. Jika hanya mengandalkan investasi dalam negeri, pertumbuhan ekonomi tidak dapat didorong secara maksimal.
"Pemerintah juga begitu pasti ada assessmentnya, jadi kalau kita lihat kebutuhan pembiayaan sekarang, kalau mau tumbuh 5,4% angkanya hampir Rp4.000 triliun juga untuk invetsasi," jelas dia.
Imansyah menuturkan, ketika bank atau lembaga keuangan menerbitkan utang, banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Hal tersebut dilakukan untuk mitigasi risiko utang dari perusahaan domestik. Artinya, dalam menerbitkan utang pemerintah telah memperhitungkan banyak hal.
"Kalau dibilang ini utangnya terlalu besar, membebani anak cucu kita. Lah kalau sepanjang returnnya memberikan banyak manfaat kenapa enggak, kalau kita hanya berdiam diri mengandalkan investasi dalam negeri kita enggak bisa," kata dia.
Imansyah menambahkan, saat ini banyak negara maju juga mengambil utang luar negeri guna mendorong perekonomian negaranya. "Sepanjang utang ini returnnya digunakan untuk memberikan manfaat yang lebih besar, negara lain negara maju banyak melakukan hutang," tukas dia.
(Martin Bagya Kertiyasa)