Swap dengan Malaysia dan Thailand, BI Targetkan Ekspor-Impor Naik 200%

Yohana Artha Uly, Jurnalis
Senin 11 Desember 2017 15:22 WIB
Gubernur BI Agus Martowardjojo. (Foto: Okezone)
Share :

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyatakan transaksi perdagangan Indonesia baik ekspor maupun impor masih tinggi menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat (AS). Di mana Indonesia untuk transaksi ekspor 94% masih dilakukan dengan dolar AS. Sedangkan untuk transaksi impor 78% masih dilakukan dalam dolar AS.

Oleh sebab itu, untuk mengurangi ketergantungan dengan mata uang dolar AS, BI bekerja sama dengan bank sentral negara Malaysia yakni Bank Negara Malaysia (BNM) dan negara Thailand yakni Bank Of Thailand (BOT) dengan meluncurkan Local Currency Settlement (LCS) Framework. Ketiga negara ini menyepakati untuk mengurangi penggunaan mata uang dolar dalam perdagangan antar ketiganya.

"Dengan adanya LCS ini kami harap diversifikasi mata uang yang digunakan untuk ekspor dan impor di Indonesia bisa lebih beragam. Apabila diversifikasi dari perdagangan itu bisa lebih beragam tentu akan menimbulkan stabilitas yang lebih baik bagi sistem keuangan di Indonesia," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo dalam acara peluncuran LCS di Gedung BI, Jakarta, Senin (11/12/2017).

Agus menyebutkan, rata-rata tahunan nilai perdagangan Indonesia-Malaysia 2010-2016 mencapai sekitar USD19,5 miliar. Angka ini, terdiri dari ekspor dengan nilai mencapai USD9,3 miliar dan impor mencapai USD10,2 miliar.


Baca Juga: BI Buka Transaksi Swap Lindung Nilai dengan Renminbi China Seminggu Sekali

Sedangkan perdagangan dengan Thailand pada 2010-2016 mencapai USD15 miliar. Di mana untuk impor terdiri dari USD8,5 miliar, dan untuk ekspor mencapai USD5,5 miliar. "Kondisi ini adalah yang kami ingin untuk perbaiki ke depan, sehingga diversifikasi dari mata uang bisa sejauh mungkin dilakukan dengan local currency. Dan itu akan baik untuk kedua negara," jelasnya.

Dia meyakini, transaksi yang dilakukan antara dua negara dengan menggunakan mata uang lokal negara tersebut akan lebih efisien bagi keduanya. Hal ini dikarenakan masing-masing negara tidak perlu lagi bertransaksi dengan menggunakan mata uang lainnya.

"BI melihat stabilitas sistem keuangan yang selama ini terjaga akan lebih terjaga ke depan. Ini harus dimulai dari sekarang untuk menjaga Indonesia dan negara-negara kawasan lebih stabil," ungkapnya.

Agus mengatakan, ditargetkan melalui LCS ini nilai ekspor-impor Indonesia dengan Malaysia dan Thailand akar berkembang dua kali lipat.

"Kalau kami lihat kondisi sekarang seberapa besar ekspor impor Indonesia dengan Thailand, atau Indoonesia dengan Malaysia, kami targetkan dalam waktu tiga hingga lima tahun itu jumlahnya sudah dua kali lipat. Hal ini nanti kami akan monitor dan evaluasi, tapi dalam waktu tiga tahun itu sudah dua kali lipat besarnya," tandas Agus.


Baca Juga: Indonesia, Thailand, dan Malaysia Sepakati Kurangi Transaksi Dolar AS

Sekadar informasi, LCS Framework merupakan upaya berkelanjutan untuk mendorong penggunaan mata uang rupiah, ringgit dan baht secara lebih luas dalam transaksi perdagangan dan investasi antara ketiga negara.

Pembentukan framework LCS tersebut merupakan langkah penting dalam upaya penguatan kerja sama keuangan antara BI, BOT dan BNM. Dimana seluruh framework yakni rupiah-ringgit, rupiah-baht nantinya akan mulai beroperasi secara efektif pada 2 Januari 2018.

Sebelumnya, pengaturan LCS telah tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.19/11/PBI/2017 yang bertujuan untuk mendukung kestabilan nilai tukar Rupiah, dengan cara mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan USD dalam penyelesaian transaksi perdagangan bilateral antara Indonesia dengan negara mitra.

(Martin Bagya Kertiyasa)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya