JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 188 Tahun 2010 tentang Impor Barang yang Dibawa Oleh Penumpang, Awak Sarana, Pengakut, Pelintas Batas dan Barang Kiriman. Salah satu hal yang direvisi mengubah batas atas bea masuk barang bawaan dari luar negeri dari sebelumnya USD250 menjadi USD500.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, perubahan aturan ini mengedepankan pelayanan kepada masyarakat. Di mana dalam tiga fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan sudah dituangkan.
Baca Juga: Barang Tak Berwujud Kena Bea Masuk, Begini Respons Menko Darmin
Pertama itu adalah pelayanan masyarakat, kedua, sebagai penerimaan negara baik dari bea cukai, bea masuk, bea keluar dan ketiga mendukung industri dalam negeri.
"Jadi dalam isu ini, pelayanan karena jutaan orang Indonesia ingin melakukan traveling. Maka ini untuk pelayanan," ujarnya, di Aula Kemenkeu, Jakarta, Kamis (28/12/2017).
Baca Juga: Sri Mulyani: Batas Bea Masuk Dinaikkan Jadi USD500
Menurut dia, kenaikan batas bea masuk ini tidak akan mempengaruhi pendapatan negara dari sisi penarikan pajak barang bawaan penumpang dari luar negeri. Pasalnya, selama ini saja pendapatan itu hanya Rp5 miliar per tahun.
"APBN tidak signifikan tapi ini kalau pemberitaan semua sulit, pemerintah dikatakan semena-mena ketika ada kejadian. Jadi kita ingin memperbaiki ini," ujarnya.
Baca Juga: Barang Tak Berwujud Kena Bea Masuk, Bakal Jadi Beban Bagi Pengembangan Industri Kreatif
Pemerintah juga berencana untuk mengenakan Bea Masuk untuk barang tak berwujud (intangible goods) yang masuk ke Indonesia. Adapun intangible goods yang dimaksud adalah barang seperti e-book, software, dan sebagainya yang tidak memiliki wujud.
Sri Mulyani menyatakan, sebelumnya Indonesia telah terkait moratorium dengan World Trade Organisation (WTO). Dalam moratorium ini dikatakan bahwa negara berkembang tidak bisa mengenakan bea masuk untuk barang tak berwujud.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)