JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mencatatkan adanya 642 pengaduan umum atau nonumrah di tahun 2017. Dari angka tersebut pengaduan mengenai belanja online menduduki peringkat pertama.
Pengaduan belanja online tercatat 16% di 2017. Angka ini meningkat 100% dari angka pengaduan belanja online tahun 2016 sebesar 8%.
Kenaikan pesat ini membuat belanja online naik dari posisi kedua di tahun 2016 menjadi posisi pertama di 2017. Menggeser aduan mengenai perbankan yang turun ke posisi dua.
Baca Juga: Pengaduan YLKI 2017, Paling Banyak Belanja Online
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)Tulis Abadi mengatakan salah satu penyebab tingginya aduan terkait belanja online dikarenakan tak adanya kepastian regulasi. Oleh sebab itu, sering kali pelaku e-commerce menyalahgunakan transaksi hingga merugikan konsumen.
Untuk diketahui pemerintah saat ini tengah memproses Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) soal Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (TPMSE) yang disusun oleh Kementerian Perdagangan (Kemdag).
"Yang paling menohok adalah belanja online. Karena masih lemahnya regulasi. Pemerintah belum sahkan RPP belanja online. Lalu ada itikad yang kurang baik dari operator e-commerce," jelas Tulus dalam acara laporan pengaduan konsumen tahun 2017 di Kantor YLKI, Jakarta, Jumat (19/1/2018).
Baca Juga: YLKI Imbau Pengusaha Makanan Pasang Label Halal
Selama 2017 tercatat 101 pengaduan belanja online yang didominasi dari penyedia aplikasi belanja online. Peringkat pertama diduduki oleh e-commerce Lazada sebanyak 18 aduan. Kedua ditempati Akulaku sebanyak 14 aduan.
Kemudian disusul Tokopedia sebanyak 11 aduan, Bukalapak sebanyak 9 aduan, serta Shopee sebanyak 7 aduan. Adapun Blibli mendapat 5 aduan, JD.ID mendapat 4 aduan, serta Elevenia 3 aduan.
Baca Juga: YLKI: Gerakan Nontunai Cermin Kebijakan Negara Belum Penuhi Hak Publik
Dari berbagai toko online lainnya sebanyak 16 aduan. Kemudian penjualan dari blog pribadi sebanyak 8 aduan juga penjualan dari media sosial dan pribadi sebanyak 6 aduan.
Tulus mengatakan, pelaku usaha online sering kali tak kooperatif dalam merepon pengaduan konsumen baik juga pengaduan melalui YLKI. Menurutnya, keluhan sering kali tak mendapat tindak lanjut penyelesaian masalah.
"Jawabanya rata-rata 'terima kasih' saja. Tapi tidak direspon dengan perubahan kebijakan atau memperbaiki infrastruktur mereka. Keluhan konsumen salah satunya kesulitan melakukan pengaduan," ujar dia.