JAKARTA - Ekspor sarang burung walet Indonesia, terutama ke Tiongkok menunjukan tren meningkat. Tercatat pada tahun 2016 ekspor sarang burung walet Indonesia mencapai 23 ton dari 7 perusahaan terdaftar, dan pada tahun 2017 mencapai 52 ton dari 8 perusahaan terdaftar.
Bahkan, hingga dengan tahun 2017, sarang walet Indonesia menguasai sekitar 70% pasar Tiongkok bila dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand. Pada bulan Januari 2018, ada 7 perusahaan dari 8 perusahaan yang terdaftar melakukan ekspor sarang burung walet ke Tiongkok dengan volume mencapai 4 ton lebih.
Di 2018 ini, bahkan Indonesia menargetkan bisa mengekspor 100 ton ke Tiongkok. Jumlah tersebut 10% dari total target ekspor 2018 yakni 1.000 ton.
Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian Banun Harpini mengatakan, bagj para pengusaha sarang walet untuk memperhatikan 3 syarat utama agar bisa ekspor ke China. Ketiga syarat utama tersebut yakni ketelusuran (traceability), bersih dengan kandungan nitrit <30 ppm dan telah diproses pemanasan 70ºC selama 3,5 detik.
“Diperlukan komitmen yang kuat untuk memenuhi persyaratan yang diminta pihak Tiongkok,” ujarnya saat menghadiri Musyawarah Nasional Perkumpulan Perusahaan Sarang Burung Indonesia (PPSBI) di Novotel Mangga Dua Square, Jakarta,Jumat (2/3/2018).
Banun menambahkan, untuk dapat mengekspor sarang burung walet ke Tiongkok, tempat pemrosesan harus ditetapkan sebagai Instalasi Karantina Hewan dan mendapatkan nomor registrasi. Begitu juga dengan rumah walet yang menjadi sumber bahan baku sarang walet harus teregistrasi pula.
"Untuk permudah. Kini permohonan penetapan IKH dan registrasi rumah walet sudah dapat dilakukan secara online melalui aplikasi APIKH (Aplikasi Penetapan Instalasi Karantina Hewan). Jadi dari rumah bisa ajukan online," jelasnya.
Banun menambahkan, pihaknya juga telah menyiapkan laboratorium terakreditasi di 3 unit pelaksana teknis karantina pertanian masing-masing Surabaya, Medan dan Soekarno Hatta yang sebelumnya hanya di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian, Jakarta. Hal ini guna mendukung daya saing terhadap komoditas pertanian unggulan ini, yakni untuk pengujian utama terhadap virus Avian infulenza (AI), pengujian mikrobiologi, kandungan nitrit, dan cemaran logam berat.
Terobosan lain, di tahun 2018, Barantan bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor, segera melakukan pelatihan bagi petugas karantina penilai IKH. Hal ini untuk peningkatan kompetensi di bidang keamanan pangan khusunya terkait HACCP. Kedepan Petugas yang dilatih bersertifikat kompetensi dari BNSP yang setara dengan auditor HACCP, serta penetapan dari Barantan sebagai petugas verifikasi SBW yang kompeten dan profesional. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas tempat pemrosesan dalam penjaminan keamanan pangan dari produk yang dihasilkan.
"Pendampingan penyuluhan bagaimana proses pasca panen dengan baik. Di level pemerintah kami tambah lab uji sehingga nanti ga harus antre panjang kita lakukan dengan elektronik," ucap Banun
"Persyaratan yang diminta cukup ketat, sebagai salah satu instansi yang bertanggungjawab dalam penjaminan pemenuhan persyaratan yang diminta oleh pihak Tiongkok terus mendorong pihak pelaku usaha untuk dapat memenuhinya,"tambahnya.
Sebagai informasi, pada tahun 2015 sarang burung walet Indonesia sudah dapat ekspor langsung ke Tiongkok, dimana sebelumnya harus lewat negara ketiga, salah satunya Hongkong. Perjuangan untuk dapat ekspor langsung ke Tiongkok membutuhkan waktu yang cukup lama. Pada tanggal 24 April 2012 ditandatangani Protokol Persyaratan Higenitas, Karantina dan Pemeriksaan untuk Importasi Produk Sarang Burung Walet dari Indonesia ke Tiongkok, antara Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan Administrasi Umum Pengawasan Mutu, Inspeksi dan Karantina Republik Rakyat Cina. Perlu waktu 3 (tiga) tahun setelah penandatanganan Protokol baru Indonesia dapat melakukan ekspor langsung sarang burung walet ke Tiongkok.
(Fakhri Rezy)