Rinciannya terdiri dari Belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.443,3 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp761,1 triliun. Sementara itu, ironisnya jumlah pendapatan negara dalam APBN 2018 diperkirakan hanya sebesar Rp1.878,4 triliun. Dari jumlah tersebut, penerima an perpajakan di rencanakan sebesar Rp1.609,4 triliun dan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp267,9 triliun.
Dengan perkiraan Pendapatan Negara dan Belanja Ne ga ra pada 2018 yang lebih kecil da ri kebutuhan dana pembangunan, defisit anggaran dalam RAPBN tahun 2018 diperkirakan sebesar Rp325,9 triliun atau setara dengan 2,19% dari PDB. Lantas, dari mana pe me rintah akan dapat menambal defisit anggaran pembangunan, jika bukan melalui penambahan jumlah utang luar negeri?
Pekerjaan Rumah Pemerintah
Kebutuhan untuk membayar gaji PNS selama ini memang cukup membebani APBN. Pemerintah sendiri telah berkalikali mengeluhkan soal gendutnya anggaran belanja untuk membayar gaji PNS selama ini. Persoalannya di sini bukan sekadar karena jumlah anggaran yang dinilai terlalu besar untuk gaji PNS, tetapi di luar itu ada dua hal yang menjadi sorotan.
Pertama, berkaitan dengan pararelitas besarnya alokasi ang garan untuk gaji PNS dengan kinerja PNS. Sudah bukan rahasia lagi, di berbagai daerah kinerja PNS umumnya masih belum berkembang optimal, dan bahkan tidak sedikit PNS yang inefisien.
Alih-alih memperlihatkan kinerja yang makin baik, di banyak kasus kinerja PNS acap masih mewarisi pola kerja di masa lalu yang jauh dari profesional. Keluhan bahwa PNS lebih banyak mengisi harihari kerja mereka dengan membaca koran, membaca dan membalas SMS, memeriksa media sosial, dan lain sebagainya adalah kritik yang selama ini dilontarkan banyak pihak terhadap kinerja PNS.
Kedua, berkaitan dengan per bedaan kesejahteraan antara PNS departemen satu dengan PNS departemen lain, atau PNS daerah satu dengan daerah yang lain, yang tak jarang sangat senjang. PNS di Kementerian Keuangan, dan PNS yang dinas di kantor pemerintah daerah yang kaya seperti DKI Jakarta atau Surabaya, misalnya, bukan raha sia lagi kalau gaji PNS-nya jauh lebih be sar daripada gaji PNS daerah lain.
Jadi, kalau ada keluhan tentang tidak adanya kenaikan gaji PNS selama tiga tahun terakhir, sesungguhnya hal ini tidak terjadi pada semua PNS, karena di departemen dan daerah tertentu gaji PNS justru naik berkali-kali lipat.
Di Jakarta dan Surabaya, gaji PNS Golongan IV bahkan mengalahkan gaji seorang guru besar yang telah mengabdi selama 30 tahun lebih. Bagi PNS yang berdinas di daerah yang telah melakukan remunerasi, sebenarnya keputusan pemerintah tidak menaikkan gaji PNS selama tiga tahun terakhir, itu semua tidak men jadi masalah karena take home pay yang mereka terima sudah jauh di atas UMR.
Cuma, yang menjadi masalah adalah masih adanya ketidakmerataan kesejahteraan gaji PNS satu dengan yang lain, dan juga soal PNS yang beruntung berdinas di dinas yang “basah”, dan PNS yang bernasib sial karena berdinas di dinas yang “kering”.
Pekerjaan rumah (PR) penting pemerintah di tahun-tahun mendatang bukan hanya ba gaimana memperkuat APBN dan menyediakan alokasi dana yang cukup untuk gaji PNS, tetapi yang tak kalah penting adalah bagaimana mem perbaiki mekanisme penggajian an tardinas dan antardaerah, serta proses penempatan karier PNS yang benar-benar men jamin rasa keadilan.
Tanpa adanya kepastian perlakuan yang adil, jangan harap kinerja PNS akan meningkat seperti yang diharapkan.
Bagong Suyanto
Guru Besar Departemen Sosiologi FISIP Universitas Airlangga
(Dani Jumadil Akhir)