JAKARTA - PT Pertamina (Persero) menyatakan apabila pemerintah ikut serta mengatur harga penyesuaian Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi maka akan memberikan dampak kepada perseroan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan perusahaan minyak dan gas (migas) negara tersebut mengalami kerugian.
Akan tetapi, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto menegaskan, bahwa Pertamina tidak akan merugi dengan berlakunya aturan tersebut. Apalagi, kata dia, pada tahun 2016 Pertamina masih bisa menyumbangkan dividen sebesar Rp12,1 triliun atau sekitar 29% dari total laba bersih 2016 sebesar USD3,15 miliar.
Baca Juga: Harga BBM Diatur, Siapa yang Diuntungkan?
Data tersebut, menunjukkan bahwa Pertamina masih memiliki kekuatan pada kinerja keuangan jika pun nantinya mereka harus meminta persetujuan pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga BBM non subsidi. Sebab, margin perseroan yang salah satunya diukur dari dividen tadi masih cukup tinggi.
"Rugi apa untung? belum bonus sama gaji karyawan. Apa dia bilang rugi? Dividen kan artinya kan masih bisa untung. Ini jelas angkanya," ujarnya di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (12/4/2018).
Baca Juga: Pemerintah Intervensi Harga Pertamax Cs, Apa Kata Bank Dunia?
Djoko menjelaskan, meskipun memperoleh margin yang lebih tipis dari penjualan BBM non subsidi, akan tetapi Pertamina bisa menaikkan volume jual.
Sebab, lanjut dia, jika selisih harga BBM nonsubsidi seperti Pertamax, Pertalite, dan Pertamax Turbo tipis, maka konsumen akan cenderung memilih membeli BBM non subsidi. Sebaliknya, jika rentangnya terlalu tinggi, maka masyarakat justru akan berbalik menggunakan premium.
"1% kalau volumenya jutaan, hitung berapa? Dia ngeluh karena harga pasarnya 5%-10% keuntungannya. Mereka tetap untung, ada cost efisiensi. Mana ada dia rugi," ujarnya.
Baca Juga: Pemerintah Intervensi Harga Pertamax Cs, Apa Kata Bank Dunia?
Di samping itu, untuk menjaga margin perseroan, Djoko menilai Pertamina juga bisa melakukan efisien dari sisi lain di luar penjualan BBM nonsubsidi. Toh, kata Djoko, bisnis perusahaan migas negara itu tidak hanya pada penjualan BBM.
"Lakukanlah efisiensi dari margin. Truk itu dapat margin juga lho, SPBU juga dapat margin. Kan margin ada di badan pusat, agen SPBU, depot juga, terus mobil truk," kata dia.
Untuk diketahui, pemerintah akan ikut serta mengatur penyesuaian harga BBM non subsidi. Dengan demikian, badan usaha yang akan melakukan penyesuaian harga BBM nonsubsidi harus melalui persetujuan pemerintah.
Selain itu, pemerintah menghapus batas bawah margin BBM nonsubsidi bagi badan usaha. Saat ini, batas bawah untuk margin penjualan BBM nonsubsidi bagi badan usaha adalah 5% dan untuk batas atas 10%. Dalam ketentuan baru, badan usaha hanya memiliki batas maksimal margin penjualan BBM nonsubsidi sebesar 10%