Pembayaran 51% Saham Freeport Terganjal Masalah Lingkungan

Yohana Artha Uly, Jurnalis
Rabu 17 Oktober 2018 20:30 WIB
Ilustrasi (Foto: Okezone)
Share :

JAKARTA - PT Indonesia Asahan Alumunium Persero (Inalum), induk Holding BUMN Tambang, telah melakukan penandatanganan Sales Purchase Agreement (SPA) dengan Freeport McMoran Inc pada 27 September 2018. Kendati demikian,proses transaksi dari divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia (PTFI) senilai USD3,85 belum rampung.

Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, transaksi akan dilakukan jika masalah isu lingkungan oleh PTFI diselesaikan. Di mana Badan Pemerikasaan Keuangan (BPK) menemukan adanya kerugian lingkungan yang disebabkan limbah hasil aktivitas PTFI sebesar Rp185 triliun.

"Pembayaran (divestasi) itu setelah isu lingkungan selesai, kami kerjasama dengan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) agar isu lingkungan ini bisa diselesaikan dengan baik. Ada kepastian juga harus seperti apa. Kalau tidak selesai transaksi tidak terjadi," jelas dia saat rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (17/10/2018).

Baca Juga: Penambang Lokal Dinilai Mampu Kelola Tambang Emas Freeport

Budi menjelaskan, penyelesaian masalah lingkungan ini merupakan bagian antara PTFI dan KLHK. Besaran nilai kerugian yang disebabkan PTFI juga berdasarkan data KLHK.

"Dalam perjanjian angka isu lingkungan sudah perhitungkan dan memang berwenang itu KLHK angkanya. Pastikan bahwa yang bertanggung jawab itu PTFI bukan Inalum sebagai pembeli. Jadi yang tanggung jawab adalah PTFI sebelum kita masuk," paparnya.

Dia menyatakan, perbankan yang melakukan pembiayaan kepada Inalum meminta masalah isu lingkungan terlebih dahulu diselesaikan, sehingga jika tak selesai, bank enggan melakukan pencairan dana. Adapun saat ini Inalum mendapatkan 8 bank asing yang siap menyalurkan pembiayaan.

“Isu lingkungan ini (jika tidak selesai) enggak mungkin uang (pinjaman) keluar. Oleh karena itu kita dorong PTFI untuk selesaikan isu lingkungan. Harapannya PTFI bia selesaikan isu lingkungan termasuk temuan di BPK, tanpa ini diselesaikan maka sulit pendanaan dari institusi international,” ungkapnya.

Baca Juga: Penambang Lokal Punya Kompetensi Kelola Tambang Freeport

Disisi lain, PTFI saat ini belum mengantongi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang permanen. IUPK yang dipegang hanya sementara yang diperpanjang setiap bulannya hingga divestasi selesai, terakhir IUPK diperpanjang hingga 30 September 2018.

Dalam kesepakatan awal divestasi, PTFI dipastikan akan mendapat perpanjangan masa operasi maksimal 2×10 tahun hingga tahun 2041 sebagaimana memang diatur dalam IUPK. Sementara, dalam IUPK ini juga akan dilampirkan mengenai isu lingkungan.

Jika isu lingkungan ini tak selesai, maka IUPK sulit untuk dirampungkan. Selanjutnya, jika IUPK yang dalam kesepakatan akan didapat PTFI tersebut tak keluar, maka transaksi divestasi juga tak bisa dilakukan.

"IUPK harus terbit, di dalam itu ada lampiran isu lingkungan. Kalau tidak selesai, IUPK tidak akan terbitkan. Kemudian kita tidak mungkin membayar karena IUPK tidak ada. Jadi Kalau syarat ini dipenuhi akan dilakukan (pembayaran), saat ini 1 rupiah pun belum ada pembayaran," kata dia.

(Feb)

(Rani Hardjanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya