JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan revisi proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia untuk 2019 menjadi sebesar 5,2% dari sebelumnya 5,3%.
Hal ini mengikuti Dana Moneter Internasional (IMF) yang memangkas proyeksi per tumbuhan ekonomi global dari 3,9% menjadi 3,7% sepanjang 2018. Deputi Komisioner Pengaturan dan Pengawasan Terintegrasi OJK Yohanes Santoso Wibowo mengatakan, pihaknya masih akan terus mengevaluasi asumsi-asumsi untuk memetakan kondisi ekonomi pada 2019. Selain IMF yang menurunkan proyeksi PDB sebesar 0,2% juga terdapat beberapa negara lain di dunia yang menurunkan target PDB pada 2019.
Baca Juga: Gejolak Ekonomi Global, Sri Mulyani Waspadai Pertumbuhan Ekonomi
Faktor yang paling memengaruhi eksternal adalah kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS) atau Fed Fund Rate (FFR) dan perang dagang yang belum menemukan titik surutnya. “Kami akan terus menghitung asumsi makro untuk memetakan arah industri keuangan nasional tahun depan. Kemenkeu juga sudah menyebutkan penurunan proyeksi dari asumsi APBN yang di pasang 5,3%. Jadi, kami juga sejalan menurunkan,” ujar Yohanes dalam seminar “Tantangan, Peluang, dan Strategi Melawan Disrupsi di 2019” di Jakarta.
Dia juga mengatakan, pihaknya memproyeksikan pertumbuhan kredit bank akan tumbuh pada kisaran 10-12% dengan diikuti pertumbuhan simpanan atau dana pihak ketiga (DPK) perbankan di kisaran 7-9%. Dirinya berjanji akan terus memantau bagaimana dampak eksternal dan internal akan memengaruhi arah industri keuangan nasional pada 2019. Saat ini yang harus diwaspadai adalah tren suku bunga tinggi yang dapat berdampak pada suku bunga kredit dan ujungnya meningkatkan kredit bermasalah atau NPL yang saat ini di level 2,7%. “Kami akan terus antisipatif dalam kebijakan serta memperkuat pengawasan yang berdasarkan risiko pasar yang bisa berubah-ubah. Saat ini kesehatan perbankan sangat baik,” ujarnya.
Baca Juga: IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 5,1% di 2018
Sementara Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pertumbuhan PDB Indonesia pada 2019 cenderung revisi atau downside di level 5,15% dari target yang di tetapkan di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 dipatok sebesar 5,3%. Sementara untuk nilai tukar rupiah, dirinya belum bisa menentukan proyeksinya. “Kalangan pengusaha tentu ingin angka nilai tukar yang akurat. Namun, kami harapkan pengusaha menyusun anggaran dengan angka yang fleksibel dan dapat antisipatif. Kami hanya sampaikan kondisi dan risiko lalu bagaimana kebijakan yang diambil untuk merespons,” kata Suahasil.
Dirinya menjanjikan dalam APBN 2019 asumsi nilai kurs yang diambil tidak akan menjadi sumber ketidakpastian seperti sebelumnya. Selain itu, pihaknya juga menjanjikan pada 2019 secara fiskal akan mendukung kebijakan yang berorientasi pada pembangunan infrastruktur yang terus dilanjutkan, peningkatan belanja sosial, dan penurunan defisit. “Di ranah fiskal kami janjikan pembangunan infra struktur tidak akan berkurang. Secara APBN akan lebih sehat dan defisit juga akan semakin kecil,” ujarnya. Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Moneter Fiskal dan Publik Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Raden Pardede mengatakan, saat ini dunia dalam tren disrupsi baik dalam ekonomi ataupun politik.
Baca Juga: IMF Pangkas Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Ini Kata BI
Kebijakan kontroversial oleh Presiden Trump di AS membuat banyak perubahan yang dapat terjadi. Salah satunya, AS menarik diri sebagai pemimpin dunia dengan slogan proteksionis sehingga terjadi kekosongan kepemimpinan. Oleh karena itu, berkaca pada 1997, maka yang harus diperhatikan oleh pemerintah adalah menjaga kesehatan bank, korporasi, ataupun BUMN. Selanjutnya, menjaga stabilitas sistem keuangan dalam likuiditas dan ketahanan permodalan yang kuat, serta memperkuat pengawasan.
“Musim dingin yang datang bisa sangat panjang. Jadi, jangan panik apabila pertumbuhan di tetapkan hanya 5%,” ucap Co-Founder Creco Consulting itu.
(Hafid Fuad)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)