Menurutnya, defisit yang terjadi tersebut karena Indonesia masih membutuhkan barang impor untuk memenuhi bahan baku dan barang modal yang akan dipakai untuk aktivitas produksi di dalam negeri. Kata dia, sekitar 90% bahan baku dan barang modal masih harus dilakukan impor.
"Kalau impor dilarang tak ada mesin (berproduksi), karena tak ada bahan baku maka tak ada produksi. Jadi kita masih butuh waktu kalau ingin transaksi berjalan bisa surplus," ujar dia.
Oleh sebab itu, Chatib menilai, pada tahun ini masih akan sulit untuk membuat transaksi berjalan Indonesia bisa di level 2,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Lantaran Indonesia masih akan menghadapi tantangan harga komoditas yang bergejolak, belum lagi adanya perang dagang antara Amerika Serikat dengan China.
"Jadi memang akan sangat tergantung dari apa yang terjadi sama China dan harga-harga komoditas, tidak mudah bicara defisit transaksi berjalan yang jauh lebih rendah," kata dia.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)