Pengoperasian Bus Listrik Transjakarta Tunggu Perpres

Koran SINDO, Jurnalis
Selasa 07 Mei 2019 11:24 WIB
Ilustrasi: (Foto: Okezone)
Share :

JAKARTA – Pengoperasian bus listrik Transjakarta menunggu payung hukum berupa peraturan presiden (perpres). Soal regulasi ini terus di koordinasikan dengan pemerintah pusat.

“Kendaraan tanpa emisi ini belum ada perpres. Kami harap segera diterbitkan,” kata Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Agung Wicaksono kemarin. Untuk tingkat Pemprov DKI Jakarta, aturan bus listrik berupa Peraturan gubernur (pergub) masih dalam pembahasan. Operasional bus listrik juga harus berhadapan dengan peraturan-peraturan berbagai pihak seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Keuangan yang mengatur pajak. Kendala lainnya keberadaan STNK. Pada surat tanda nomor kendaraan dicantumkan besaran cc dari suatu kendaraan, sementara bus listrik tidak menggunakan bahan bakar. Karena itu, besaran cc belum bisa dicantumkan.

Baca Juga: Ganti ke Bus Listrik, Anies: Kualitas Udara di Jakarta Sangat Buruk dan Butuh Perubahan

Pelaksana tugas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan, pihaknya terus berupaya mendapatkan regulasi dari pemerintah pusat terkait pengoperasian bus listrik. Itu merupakan rencana ambisius untuk mengurangi polusi udara, selain juga membudayakan pejalan kaki. “Ini juga dalam rangka Pemprov DKI peduli tidak hanya menghadirkan sarana transportasi, tapi juga bagaimana memperbaiki kota atau lingkungan. Sebagaimana kita tahu, salah satu pencemaran udara Jakarta akibat polusi,” ujar Sigit. Adapun upaya yang tengah dilakukan saat ini berkomunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri terkait nilai jual kendaraan bermotor untuk penentuan pajaknya.

 

Prauji coba kali ini terhadap bus listrik merupakan sebuah tahapan untuk mencari bukan hanya bagaimana pengujian itu, melainkan juga mendapatkan jawaban apakah sama dengan tipologi Jakarta. “Roadmap infrastruktur lagi disusun sambil menunggu regulasi. PT Transportasi Jakarta sedang mengerjakan bagaimana kerangka bisnisnya. Pokoknya kita complied ke aturan sambil kita siapkan. Ini bagian dari city regeneration,” kata Sigit. Anggota Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal Ahmad Safrudin mengakui bus listrik sebagai terobosan teknologi percepatan bus tanpa jelaga (soot free urban bus fleets ) di Jakarta dan sekitarnya yang memiliki manfaat triple (triplebenefits ), yakni meningkatkan kualitas udara, menyelamatkan iklim, dan memicu pertumbuhan ekonomi.

Namun, masalahnya terganjal regulasi terkait izin produksi, pemasaran, dan pemanfaatannya belum ada sehingga dalam waktu dekat tidak memungkinkan pengoperasian bus listrik untuk tujuan pribadi maupun komersial. “Payung hukum dan peraturan pelaksanaan hingga ketentuan fiskal/nonfiskal incentive belum ada. Termasuk draf perpres mobil listrik yang sudah hampir dua tahun mangkrak, adalah bukti nyata rencana pengoperasian bus listrik masih terganjal peraturan,” ungkapnya. Adanya bus listrik juga ramah lingkungan karena saat ini polusi udara di Jakarta menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat, khususnya penghuni perkotaan dengan kepadatan lalu lintas tinggi.

Baca Juga: Anies Targetkan Bus Listrik Beroperasi Bulan Juli di Jakarta

Di Ibu Kota, sekitar 58,3% warga kota mengalami sakit/penyakit karena pencemaran udara dan harus membayar biaya medis Rp51,2 triliun yang terefleksi pada tagihan besar kepada BPJS Kesehatan. Pencemaran udara di Jakarta juga telah menyebabkan 3.700 kematian dini. Jadi, soot-free urban bus fleets adalah solusi untuk masalah di atas, selain adopsi teknologi kendaraan tanpa jelaga, juga mampu memicu pertumbuhan industri kendaraan bermotor dan energi bersih yang sumbangannya tidak sedikit terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk mencapai itu, PT Transportasi Jakarta dan operator angkutan umum lainnya perlu mewujudkan pengadaan kendaraan untuk angkutan yang memenuhi syarat sebagai bus bebas jelaga (tanpa asap hitam; soot-free urban bus fleets).

Opsi teknologi bus tanpa jelaga adalah bus dengan teknologi Euro 6/VI yang digerakkan dengan BBM yang memenuhi syarat untuk kendaraan berteknologi Euro 6/VI (sulfur max 10 ppm, cetane number dan octane number sesuai spesifikasi mesin).

(Bima Setiyadi)

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya