Jejak Bisnis Nabi Muhammad SAW, 2 Metode Keberhasilan

Rani Hardjanti, Jurnalis
Kamis 09 Mei 2019 04:25 WIB
Ilustrasi: Shutterstock
Share :

JAKARTA – Salah satu pedoman dasar Nabi Muhammad SAW dalam berperilaku dan berpikir adalah memulai dari kanan. Pedoman tersebut pun telah teruji dengan baik. Dalam berpikir misalnya, otak kanan dinilai para ahli sebagai otak emosional yang erat kaitannya dengan kecerdasan emosi (EQ), yang bersifat intuitif, spasial, visual, holistis, difus, paralel (lateral), mencari persamaan, dan tidak bergantung waktu.

Dengan menggunakan otak kanan, sederet hal positif pun dapat muncul, seperti kreativitas, gurauan, penceritaan, dan kiasan. Nabi Muhammad SAW sendiri memiliki kebiasaan yang berkaitan erat dengan penggunaan otak kanan.

Nabi Muhammad SAW selalu pergi dan pulang dengan melewati jalan yang berbeda. Kendati tujuan utamanya untuk menambah silaturahmi, ternyata dampak lainnya adalah mengasah kreativitas yang merupakan salah satu inventori dari otak kanan.

Baca Juga: Jejak Bisnis Nabi Muhammad SAW, Mulailah dengan yang Kanan

Sungguh tidak ada yang salah dengan kreativitas. Bukankah kreatif itu adalah salah satu sifat Allah SWT? Bukankah Dia Yang Maha Pencipta, Yang Maha Melukis, dan Yang Maha Mengatur? Dengan demikian, disadari atau tidak, manusia selaku hambanya mencoba meniru atau mendekati (taqarrub) sifat-sifat tersebut. Tentu saja, semua dilakukan dalam kapasitasnya sebagai manusia. Persis seperti manusia yang meniru sifat-sifat Allah yang lain, seperti Maha Pengasih, Yang Maha Adil, dan Yang Maha Bijaksana.

Selain kreativitas, kehidupan sehari-hari Nabi Muhammad SAW juga lekat dengan gurauan. Hal ini erat kaitannya dengan otak kanan serta turut berhubungan dengan kreativitas. Tetapi, gurauan Nabi Muhammad sama sekali tidak berlebihan dan tidak mengelabui, hanya sekadar untuk menghangatkan suasana. Adapun gurauannya yang paling terkenal adalah tentang 'Anak Unta' dan 'Nenek Nenek di Surga'.

Terlepas dari itu, untuk tujuan dakwah, Nabi Muhammad tidak pernah mengabaikan penceritaan dan kiasan yang kebetulan keduanya juga turunan dari kreativitas dan otak kanan. Seperti yang diketahui, pesan searah biasanya cuma bisa menyergap sisi rasional manusia. Jika disampaikan dengan penceritaan dan kiasan, pesan bisa merangkul sisi emosional manusia.

Dengan cara ini, dakwah yang disampaikan juga bisa menghibur sekaligus membujuk. Inventori otak kanan lainnya, yakni empati keramahan, keikhlasan, syukur pemaknaan hidup, visi imajinasi, intuisi, dan sintesis yang diyakini Nabi Muhammad SAW tidak asing dengan itu semua.

Selanjutnya, yang perlu disoroti adalah intuisi yang tajam. Intuisi dapat diasah dengan sejumlah teknik, salah satunya melalui perenungan dan ketaatan spiritual. Dalam sejarahnya, demi menemukan makna hidup yang sejati, Nabi Muhammad SAW pernah mengasingkan diri dan menjalani perenungan selama bertahun-tahun.

Karena itu, intuisi Nabi Muhammad SAW begitu terasah. Kendati setelah menjadi Nabi yang selalu dibimbing melalui wahyu, intuisi Nabi Muhammad SAW sendiri sangat tajam terhadap orang-orang dan lingkungan di sekitarnya.

Uniknya, dalam buku 'The 100', Michael Hart menobatkan Nabi Muhammad SAW sebagai figur paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia, mengalahkan figur besar mana pun. Sekurang-kurangnya ada dua alasan untuk itu. Seperti dikutip dari buku ‘Muhammad sebagai Pedagang’ karya Ippho Santosa dan Tim Khalifah terbitan Elex Media Komputindo, Kamis (9/5/2019), berikut penjelasannya.

Baca Juga: Jejak Bisnis Nabi Muhammad SAW, Sukses Berdagang di Usia 25 Tahun

1. Nabi Menerapkan Karakter Sintesis

Nabi Muhammad SAW menepatkan diri dengan general. Buktinya, seorang Muhammad pernah menjadi penggembala dan pernah pula menjadi entrepreneur. Ia pernah menjadi orang miskin, orang biasa, hingga pernah pula menjadi orang kaya. Nabi Muhammad SAW juga pernah menjadi panglima perang hingga kepala negara. Ia pernah menjadi bujangan dan pernah pula menjadi kepala rumah tangga. Dialah satu-satunya nabi yang memiliki rentang pengalaman sedemikian luas, sehingga layak diteladani oleh siapa pun.

2. Menerapkan Metode Duplikasi

Nabi Muhammad SAW memilih cara-cara yang sangat alami dan manusiawi, bisa diteruskan, dan bisa ditiru, baik sebagai Nabi, entrepreneur, panglima perang, kepala negara, maupun kepala rumah tangga.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya