JAKARTA - Sudah jatuh tertimpa tangga, itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kondisi Garuda Indonesia saat ini. Setelah polemik masalah laporan keuangan yang berujung denda, Garuda Indonesia ini juga harus terlempar dari peringkat 10 besar maskapai penerbangan terbaik di dunia versi Skytrax.
Peringkat Garuda dalam jajaran maskapai top dunia harus turun tiga peringkat ke posisi 12 dalam pemeringkatan yang diberikan Skytrax tahun ini. Pada tahun lalu, Garuda berada diperingkat 9.
Ranking ini menandakan posisi terendah Garuda sejak tahun 2012. Padahal, Garuda sempat mencapai posisi tertinggi di peringkat 7 pada 2014.
Bahkan ditingkat Asia Tenggara (ASEAN) Garuda Indonesia hanya menjadi maskapai terbaik nomor tiga. Garuda berada dibawah Singapura Airlines dan juga Thai Airways
Yang lebih mirisnya, Selain itu, tak ada satu pun label juara sub kategori yang disematkan Skytrax pada Garuda. Untuk label kru kabin terbaik di dunia jatuh ke tangan Singapore Airlines.
Padahal pada periode 2014-2018, Garuda Indonesia berhasil menjadi yang terbaik di dunia untuk sub sektor label kru kabin terbaik di dunia. Adapun, juara kelas ekonomi yang sempat dimenangkan Garuda tahun 2013 kali ini diduduki oleh Japan Airlines.
Dikutip dari halaman Skytrax, Sabtu (29/6/2019), Qatar Airways dinobatkan menjadi juara maskapai penerbangan dunia versi Skytrax tahun ini. Maskapai asal Qatar ini menggeser Singapore Airlines di posisi kedua. Adapun ANA All Nippon Airways dari Jepang, berhasil mempertahankan posisinya di peringkat 3.
Kemudian diposisi empat ada Cathat Pacific Airways yang naik 2 peringkat dan disusul Emirates yang justru harus turun satu tingkat di peringkat kelima ada Eva Air yang juga turun satu peringkat di posisi 6. Kemudian di posisi 7 ada Hainan Airlines yang naik 1 tingkat.
Kemudian Qantas Airways berhasil menyalip Garuda yang naik tiga peringkat keposisi 8 dari sebelumnya berada diperingkat 7. Sementara di peringkat 9 ada Lufthansa yang turun dua tingkat dan terakhir ada Thai Airways berhasil mempertahankan tempatnya di rangking 10.
Sebagai informasi sebelumnya, OJK mengenakan sanksi denda sebesar Rp100 juta kepada perseroan akibat melakukan pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.
Masih berdasarkan pelanggaran tersebut, OJK juga turut mengenakan denda kepada direksi dan komisaris Garuda Indonesia yang pada saat itu menandatangani persetujuan laporan keuangan 2018. Direksi dan Komisaris harus mebayar denda kolektif sebesar Rp100 juta.
Otoritas juga mencatat jajaran direksi telah melakukan pelanggaran Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan. Hal ini membuat masing-masing direksi dikenakan denda Rp100 juta.
Selain itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) turut memberikan sanksi denda kepada perseroan, hal ini memang terkait laporan keuangan kuartal I 2019. Meski demikian, persoalan masih berkesinambungan dengan laporan keuangan tahun 2018.
Di mana piutang dari PT Mahata Aero Teknologi yang dalam laporan keuangan 2018 diakui sebagai initual recognation atau pengakuan awal, sehingga dicatatkan dalam pendapatan. Maka seharusnya pendapatan itu tercermin dalam laporan keuangan per Maret 2019.
Namun, jumlah piutang tersebut pada kuartal I 2019 tetap sama seperti pada tahun 2018, yakni senilai USD233,13 juta atau setara Rp3,2 triliun (kurs Rp14.000 per USD). Dengan demikian, memang belum ada pembayaran yang dilakukan.
Atas dasar ini, BEI menetapkan sanksi denda sebesar Rp250 miliar, serta meminta untuk memperbaiki dan menyajikan kembali laporan keuangan kuartal I 2019.
Kemudian Kementerian Keuangan juga memberikan sanksi kepada Kasner Sirumapea berupa pembekuan izin selama 12 bulan yang berlaku sejak 27 Juli 2019. Menurut Hadiyanto Kasner melakukan 3 hal pelanggaran berat yang berpotensi berpengaruh signifikan terhadap opini Laporan Auditor Independen (LAI).
(Rani Hardjanti)