JAKARTA - Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) meminta pemerintah menerapkan secepatnya kebijakan penggabungan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi tiga miliar batang.
Kebijakan ini akan membuat harga beberapa merek rokok milik pabrikan besar asing akan menjadi lebih mahal ka rena mereka harus membayar tarif cukai golongan satu sehingga tidak mudah dijangkau masyarakat, ter - utama anak-anak. Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, Prijo Sidi pratomo, menjelaskan harga rokok di masyarakat ma sih tergolong murah. Kondisi itu pun dimanfaatkan para penerima bantuan sosial untuk membeli rokok. Berdasarkan hasil penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Uni versitas Indonesia, sebanyak 30% dana dari bansos digunakan untuk membeli rokok.
Baca juga: Kemenperin Siapkan Regulasi Baru Produk Industri Hasil Tembakau
Karena itu, Prijo meminta pemerintah tidak ragu menggabungkan batasan produksi SKM dan SPM. “Kalau kita lihat kenyataan itu pasar dibanjiri dan dikuasai SKM, itu saja yang dinaikkan dulu. Tapi, lebih baik digabungkan saja SPM dan SKM se hingga harga rokok naik,” kata dia di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut Prijo, pabrikan rokok selama ini berusaha menahan pemerintah agar tidak menaikkan cukai rokok. Pada saat bersamaan, pabrikan terus memperbesar volume produksinya. Jika terus begini, Prijo menganggap pemerintah gagal mengontrol peredaran rokok karena akan mendorong terus bertumbuhnya perokok pemula.
Baca juga: Alasan PBNU Tolak Peraturan Menkeu soal Penggabungan Batas Produksi Rokok
“Kalau volume diperbesar, tetapi harga terjangkau, jum lah perokok akan bertambah. Jadi, lebih baik cukai rokok dinaikkan saja dengan peng gabungan SKM dan SPM,” kata dia.