Intip Biaya Pernikahan di Beberapa Negara, Masihkah Perlu Ngutang?

Koran SINDO, Jurnalis
Selasa 23 Juli 2019 11:36 WIB
Pernikahan (Reuters)
Share :

Perubahan Kultur

Menurut sosiolog dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sugeng Bayu Wahyono, fe nomena banyaknya masyarakat yang menggelar resepsi pernikahan besar-besaran, walaupun untuk membiayainya harus meminjam, menunjuk kan adanya perubahan kultur. Dari ritual kearifan spiritual menjadi gaya hidup asal senang (hedonisme).

“Terutama untuk mendapatkan pengakuan so sial di masyarakat dengan menggelar resepsi pernikahan mewah. Itulah yang terjadi saat ini, ada pergeseran dari kultural ke kapitalistis sehingga menjadi ceruk bagi wedding organizer (WO) yang menangkap peluang itu,” kata Bayu.

Bayu men jelaskan, secara sosial, terutama bagi masyarakat Jawa, ada tiga siklus penting dalam kehidupan kultural spiritual, yaitu kelahiran, dewasa (menikah), dan kematian. Ketiga momen itu sangat penting dan wajib diperingati dengan ritual. Bukan karena status dan agar mendapat pengakuan di masyarakat.

“Namun, sekarang (pandangan itu) sudah bergeser. (Pernikahan) tidak lagi ritus-spiritual, tetapi lebih agar mendapatkan status dan pengakuan. Akibatnya, meskipun dengan biaya tidak sedikit, pasangan tetap me maksakan menggelar pesta pernikahan. Di antaranya dengan berutang,” paparnya.

Untuk itu, Bayu berharap masyarakat perlu me ngem balikan substansi pernikahan, yaitu sebagai lakuritus-spiritual dan momen sakral. Hal yang sama di ungkapkan pengamat sosial dari Universitas Gadjah Mada, Hempri Suyatna. Fenomena pernikahan yang dilanjutkan dengan resepsi mewah berbiaya besar dan untuk penyelenggaraannya sampai berutang itu merupakan gaya hidup yang memengaruhi pola perilaku masyarakat.

“Terutama menyangkut gengsi dan prestise agar tetap bisa eksis dan me nunjukkan mampu di mata masyarakat. Ini akhirnya yang mendorong perilaku konsumtif,” urainya.

Sebagai solusi, masyarakat harus mengubah mindset, khususnya mengenai substansi pernikahan. Bahwa resepsinya juga bisa dilakukan dengan sederhana, sesuai dengan kemampuan dan tidak memaksakan.

“Itu yang harus di bangun, yang penting kan sakramen atau akad nikahnya,” ungkap dosen Fisipol UGM itu.

(Fakhri Rezy)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya