JAKARTA - Masih tingginya impor migas menjadi biang keladi defisit neraca perdagangan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sudah menyoroti dan menegur Menteri ESDM Ignasius Jonan serta Menteri BUMN Rini Soemarno.
Berbagai cara dilakukan agar mengikis penyakit lama Indonesia yang sulit menghentikan impor minyak mentah maupun Bahan Bakar Minyak (BBM), salah satunya dengan pengembangan kilang dalam negeri, penyerapan produksi dari KKKS serta program B20, B30 dan menuju B100.
Baca Juga: Impor Migas Tinggi, Presiden Jokowi Minta Menteri Jonan dan Rini Hati-Hati
PT Pertamina (Persero) menyatakan, hingga saat ini pihaknya masih melakukan impor minyak mentah maupun produk BBM. Secara persentase impor masih di angka 21% dengan melihat produksi minyak yang mencapai 775.000 barel per hari.
"Kalau pengembangan proyek kilang jadi dan selesai, seperti RDMP kapasitas kita meningkat. Impor akan kita turunkan jadi 16%, kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati di Grand Hyatt, Jakarta, Kamis (29/8/2019) malam.
Baca Juga: Defisit Neraca Dagang, Jokowi ke Menteri: Kenapa Impornya Sangat Tinggi?
Penurunan impor minyak mentah juga karena dukungan pemerintah yang 'mewajibkan' KKKS menjual hasil produksinya ke Pertamina. Tapi menurut Nicke, pemerintah seharusnya tidak bisa melakukan intervensi, karena KKKS boleh menjual ke mana saja hasil minyak mentahnya.
"Dalam ratas disampaikan ke Presiden, kita minta support saja. Jadi Pertamina dijadikan prioritas, sebelum KKKS ekspor, Pertamina perlu enggak. Kemudian Pertamina dan KKKS secara business to business (b to b). Tidak bisa pemerintah intervensi, harga dan lain-lain. Kita approach ke 42 KKKS. Tahun lalu impor 45%, kini 30% dan jadi 16% tahun depan," ucapnya.
Pertamina juga kata Nicke meningkatkan sumur minyak yang usianya tidak muda lagi dan ini tentu membutuhkan waktu serta biaya yang tidak sedikit. Tak kehilangan akal, Pertamina juga membidik blok migas di luar negeri.