Baca juga: Hilirisasi Minerba, Apa Kabar Pembangunan Smelter di RI?
"Nah ini juga sebenarnya karena banyak. Dari mana kita tahu? Karena di negara lain itu di olah untuk pelapisan jalan, atau dibikin bahan bangunan, batako, macam-macam. Nah di kita karena banyak itu berbahaya, B3 itu kan berbahaya, nah itu nggak bisa diapa-apakan. Prosesnya panjang. Itu yang kita bicarakan," tutur dia.
Dia membayangkan di tambang, kemudian smelter-nya. Di mulut tambang, diproses, kemudian kalau tambangnya itu akan ditutup lagi dengan yang digali, itu harus minta izin karena itu kategorinya dia limbah berbahaya.
"Oleh karena itu, kita coba selesaikan, belum untuk semua, baru untuk limbahnya tambang nikel sama baja. Karena ini relatif lebih ringan. Kita tentu saja tidak sekadar mengubah aturan, cuma disederhanakan supaya yang penting boleh. Karena ada pengujian untuk memutuskan ini bukan B3. Tadinya itu banyak, 100 macam itu yang harus dites. Ini disederhanakan, ya mungkin berapa gitu, pokoknya ada logam berat," pungkas dia.
(Fakhri Rezy)