Perang Dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China juga memberi berkah bagi industri sarung tangan karet, di mana kenaikan tarif impor yang diberlakukan AS kepada produk China dari 10% menjadi 25% efektif per 1 September 2019. Hal ini membuat industri sarung tangan karet berpotensi menggeser pasar sarung tangan Vinyl dan Nitrile produksi China yang saat ini menguasai 44% impor sarung ke AS.
Saat ini perusahaan pemasok sarung tangan terbesar secara global adalah negara Malaysia dengan 63%, diikuti Thailand dengan 18%, China 10% dan kontribusi langsung Indonesia hanya 3%. Perang dagang dengan tarif impor yang tinggi ke AS atas produk China akan menggeser peta pasar sarung tangan AS.
“Pemasok utama sarung tangan AS akan bergeser dari China ke Malaysia sebagai produsen sarung tangan karet terbesar di dunia. Secara tidak langsung hal ini akan menjadi sinyal positif bagi kinerja Perseroan,” kata Ridwan.
Pertumbuhan kinerja operasional yang dicapai perseroan pada kuartal III tahun 2019 berjalan seiring dengan peningkatan kinerja keuangan dimana total aset perseroan meningkat sebesar 36,09% menjadi Rp432,86 miliar per 30 September 2019 dibandingkan dengan Rp318,08 miliar per 31 Desember 2018.
Aset lancar mengalami peningkatan sebesar 43,53% dengan nilai sebesar Rp232,73 miliar per 30 September 2019 dibandingkan dengan Rp162,14 miliar per 31 Desember 2018. Sementara peningkatan aset tidak lancar sebesar 28,35% dengan nilai Rp200,13 miliar per 30 September 2019 jika dibandingkan dengan Rp155,93 miliar per 31 Desember 2018.
(Dani Jumadil Akhir)