JAKARTA - Industri mobil global akan menghadapi resesi berkepanjangan setelah ditutupnya sebagian besar pabrik automotif di China. Hal ini menyusul upaya Pemerintah China untuk menekan penyebaran virus korona.
Sebenarnya tekanan sudah terasa sejak penutupan pabrik mobil di seluruh China menyambut Tahun Baru Imlek. Tekanan ini ditandai dengan menurunnya penjualan selama dua tahun akibat hilangnya insentif pajak untuk mobil listrik dan ekonomi yang melambat.
Baca Juga: Imbas Virus Korona, DBS Pangkas Proyeksi Ekonomi Singapura ke 0,9%
Tekanan ini diperparah dengan perintah dari China untuk tetap menutup pabriknya setidaknya sampai minggu depan tanggal 14 Febuari mendatang untuk menahan penyebaran virus yang muncul pertama kali di Wuhan, salah satu pusat automotif utamanya. Oleh karenanya, mau tidak mau produsen mobil harus siap untuk merasakan resesi lebih dalam penjualan global.
"Kami berasumsi konsumen akan cenderung menghindari pembelian mobil di toko-toko dealer sampai saat itu untuk mengurangi risiko penularan," ujar analis S&P Global Ratings dalam sebuah laporan, seperti dilansir dari CNN, Senin (10/2/2020).
Baca Juga: Wabah Virus Korona, Simak 7 Potret di Kawasan Ekonomi China
Perpanjangan penutupan pabrik akan berakibat industri sulit keluar dari resesi. Menurut S&P Global Ratings, wabah korona memaksa produsen mobil di China untuk memangkas produksinya hingga sekitar 15% pada kuartal I.
Merek mobil kenamaan dunia seperti Volkswagen (VLKAF), Toyota (TM), Daimler (DDAIF), General Motors (GM), Renault (RNLSY), Honda (HMC) dan Hyundai (HYMTF) yang banyak berinvestasi di China tentu akan merasakan dampak penutupan pabrik. Hal ini menyusul penanaman investasi besar yang mereka lakukan di China, yang kemudian membentuk kemitraan dengan perusahaan lokal dan membangun pabrik besar.
Volkswagen yang memiliki setidaknya 24 pabrik pembuatan mobil atau suku cadang di China adalah yang paling rentan terhadap kemerosotan. Pabriknya di China terhitung menyumbang 40% dari keseluruhan produksi mobil Volkswagen.
Serupa dengan Toyota yang menghasilkan 15% mobilnya di China, pihaknya mengatakan belum memastikan diri untuk memulai produksi di pekan depan. "Situasinya bervariasi tergantung pada pabrik dan pasokan suku cadangnya. Juga, ada pertimbangan tambahan yang harus diberikan pada pedoman dari pemerintah daerah dan lokal, termasuk hal-hal seperti logistik, jadi kami tidak dapat secara definitif mengatakan apakah kami akan memulai kembali operasi pabrik dari 17 Februari,"
Tesla juga telah mengumumkan penundaan produksi di pabrik barunya di Shanghai. Tidak hanya itu, Hyundai juga menghentikan produksi mobilnya di Korea minggu ini menyusul terganggunya pasokan suku cadang akibat virus korona.
"Bahkan industri yang tampaknya memiliki eksposur rendah ke pemasok Cina hampir pasti akan berisi perusahaan yang sangat bergantung pada input dari China," ujar seorang ekonom di Capital Economics, Simon MacAdam.
Sebagai informasi, China memproduksi lebih banyak mobil bila dibandingkan dengan negara lain. Negara dengan julukan tirai bambu itu juga merupakan pasar terbesar di dunia. Wuhan dan kota lainnya di Provinsi Hubei menyumbang 9 % dari total produksi mobil China.
China juga merupakan basis manufaktur global untuk motor listrik, transmisi, dan komponen lainnya untuk mobil listrik.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)