JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan, pencabutan status negara berkembang Indonesia oleh United States Trade Representative (USTR), tidak akan berpengaruh terhadap fasililitas Generalized System of Preference (GSP).
Menurutnya, Indonesia dan AS masih melanjutkan pembahasan mengenai GSP yang akan dilakukan pertemuan pada 2 April 2020.
Baca Juga: Mendagri Instruksikan Kepala Daerah Percepat Belanja Anggaran
GSP merupakan fasilitas fiskal pemerintah AS untuk memberikan keringanan bea masuk terhadap impor barang-barang tertentu dari negara berkembang untuk mendorong pembangunan ekonomi negara-negara tersebut.
"USTR cabut status itu tidak berpengaruh ke evalusi GSP, bukan hanya Indonesia, ada Vietnam dan India juga," ujar Luhut dalam diskusi dengan wartawan di kantornya, Jakarta, Selasa (25/2/2020).
Baca Juga: Presiden Jokowi Minta Program Perlindungan Sosial dan Bansos Segera Dieksekusi
Menurutnya, pembicaraan dengan Robert Lightizer dari USTR)mengenai GSP telah rampung. Nantinya, pada 2 April 2020, tim dari USTR akan bertemu dengan tim dari Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk menyelesaikan secara mendetail.
Luhut juga bilang, pemerintah berencana akan menaikkan level GSP menjadi Limited Free Agreement dengan target akhir menjadi di level Free Trade Agreement. Sehingga menurutnya, jika ada isu terkait Indonesia yang tidak lagi dikategorikan negara berkembang itu adalah dua hal berbeda.
"Itu dua hal berbeda. Jadi ada 26 negara termasuk salah satunya Indonesia, akan tetapi GSP itu deal tersendiri lagi, jadi kalau ada yang bilang ada strategi licik segala macam, itu tidak benar,” jelasnya.