JAKARTA - Pandemi Covid-19 adalah kejadian extraordinary yang berdampak signifikan pada kemanusiaan dari segala sisi. Dari sisi kesehatan, krisis kesehatan bisa terjadi karena keterbatasan obat, alat kesehatan, tenaga medis dan kapasitas RS dalam menanggulangi. Dari sisi sosial, aktivitas ekonomi yang terhenti juga ikut menghentikan penyerapan tenaga kerja, terutama di sektor informal.
Dari sisi ekonomi, konsumsi terganggu, investasi terhambat, ekspor-impor terkontraksi sehingga pertumbuhan menurun tajam. Dari sisi keuangan, confidence investor menurun karena capital flight, penurunan kinerja sektor riil, kredit macet (NPL), profitabilitas dan solvabilitas perusahaan banyak tertekan.
Baca Juga: Suntikan Modal ke BUMN, Bisakah Ekonomi RI Kembali Pulih?
Oleh karena itu, pemerintah menilai ada urgensi Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam rangka mengatasi dampak Covid-19 agar tidak mengoreksi ekonomi lebih dalam karena kejadiannya adalah unprecendented (belum pernah terjadi sebelumnya) dan penuh ketidakpastian. Langkah-langkah yang ditempuh harus cepat, namun juga hati-hati dalam mengantisipasinya.
"Covid-19 adalah saat-saat yang unprecendented, belum pernah terjadi sebelumnya. Policy makers seluruh dunia dalam suasana sulit mengasses (menilai) perubahan yang terjadi dan arahnya mungkin ke arah negatif. Asesmen membuat kita berpikir seberapa dalam, parah, keras (dampaknya). Asesmen itu juga membuat kita berpikir seberapa kuat kita mengantisipasinya, seberapa tajam, seberapa hati-hati. Dari semua prinsip-prinsip tadi, harus cepat dan cukup besar tapi juga harus hati-hati, urgensi juga harus terlihat," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (Kepala BKF) Febrio Nathan Kacaribu seperti dilansir laman resmi Kemenkeu, Jakarta,