JAKARTA - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) akan menempuh jalur hukum atas dugaan kasus pengadaan pesawat kepada Airbus. Kasus pengadaan pesawat tersebut diketahui sudah terjadi sejak 2011-2015 lalu, di mana Airbus terlibat memberi suap untuk memuluskan pembelian pesawat dari perusahaanya.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, langkah hukum yang ditempuh maskapai penerbangan pelat merah tersebut bertujuan agar pihak Airbus memberikan ganti rugi. Melalui bantuan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Garuda Indonesia siap menempuh jalur hukum melalui pemerintahan Inggris.
“Kami lagi proses litigasi minta ganti kerugian lewat pemerintah Inggris dengan bantuan Kemenkumham menyampaikan surat. Memang harus diakui Airbus ada proses bribery tidak fair waktu belinya,” ujar Irfan dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Selasa (14/7/2020).
Baca Juga: Ambyar, Garuda Terlilit Utang Rp32 Triliun hingga Diprediksi Rugi Rp15,8 Triliun Gegara Corona
Irfan mengungkapkan, persoalan dugaan suap pengadaan pesawat tidak hanya terjadi antara Airbus dengan Indonesia, dalam hal ini Garuda Indonesia. Namun, kata dia, ada sejumlah negara juga mempunyai persoalan dengan produsen penerbangan komersial asal Prancis tersebut.
Dia menyebut sejumlah negara yang bermasalah dengan Airbus di antaranya, Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris. Namun demikian, lanjut irfan, Airbus sudah menyelesaikan persoalan dengan membayar 3,6 miliar Euro kepada ketiga negara tersebut.
"Karena itu, langkah yang dilakukan negara-negara asing itu akan diikuti oleh Garuda Indonesia. Airbus sudah bayar 3,6 miliar Euro ke tiga negara. Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris. Ini kami lagi proses mendapatkannya kembali,” ungkapnya.
Baca Juga: Pendapatan Anjlok 90%, Utang Garuda Tembus Rp32 Triliun
Untuk diketahui, kasus suap yang melibatkan perusahaan produsen pesawat Airbus ini terjadi selama tahun 2011-2015. Waktu itu Airbus memberi suap kepada pejabat di 5 negara yaitu Sri Lanka, Malaysia, Taiwan, Ghana, dan Indonesia.
Suap kepada pejabat di Indonesia diduga diterima oleh mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar. Pada 8 Mei 2020, Emirsyah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan pidana pencucian uang.