JAKARTA - Kementerian Perdagangan berkomitmen mendorong peningkatan produktivitas garam dalam negeri, baik secara kualitas dan kuantitas. Peningkatan produktivitas ini juga merupakan langkah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi impor garam.
Untuk memastikan produktivitas garam nasional, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto saat meninjau persiapan panen garam tambak garam PT Timor Livestock di Nunkurus, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Jumat 24 Juli 2020.
Baca Juga: Tinjau Tambak Garam NTT, Jokowi: Kita Masih Impor 3,7 Juta Ton
Agus mengatakan, garam merupakan salah satu komoditas yang dibutuhkan masyarakat di berbagai sektor, mulai dari rumah tangga untuk konsumsi, hingga industri sebagai bahan baku, antara lain dalam produksi pipa PVC, sabun, kosmetik, tekstil, manufaktur, dan hasil industri lainnya.
“Saat ini garam nasional masih menghadapi berbagai tantangan, baik dari sisi keterbatasan produksi maupun kualitas hasil akhir yang relatif rendah. Namun saya melihat di sini potensi peningkatan produksi garam dengan kualitas di atas rata-rata. Jika kualitas ini dipertahankan, maka produksi garam NTT dapat mendorong penurunan impor garam untuk kebutuhan industri, maupun untuk diekspor,” ujar Agus dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (25/7/2020)
Baca Juga: Gubernur Klaim Kualitas Garam NTT Setara dengan Australia
Produktivitas rata-rata lahan garam di Nunkurus adalah 100 ton/ha untuk setiap siklus panen (sekitar 40-45 hari), lebih tinggi dari produktivitas rata-rata lahan garam lainnya yang berkisar 60—70ton/ha. Kualitas garam yang dihasilkan juga termasuk cukup baik dengan NaCl minimal 97%.
Agus mengungkapkan, salah satu tantangan kondisi pergaraman dalam negeri yang paling krusial ialah tingkat produksi yang belum mencukupi kebutuhan nasional. Kebutuhan garam nasional pada 2020 diperkirakan sebesar 4,4 juta ton, terdiri atas kebutuhan industri sebesar 3,74 juta ton, rumah tangga 321 ribu ton, dan lainnya sebesar 398 ribu ton.
Sedangkan produksi garam tahun 2020 diperkirakan sebesar 2,5 juta ton sehingga belum mampu mencukupi kebutuhan garam di dalam negeri.
“Rendahnya produktivitas garam di dalam negeri disebabkan produksi garam yang rentan terganggu cuaca, lahan pegaraman yang tidak luas dan tidak terintegrasi, serta sistem pemanenan garam yang sederhana. Selain membuat jumlah produksi yang rendah, hal ini juga berdampak pada kualitas garam yang tidak seragam,” ujar Agus.
(Dani Jumadil Akhir)