JAKARTA - Pemerintah mengajak seluruh pihak termasuk perempuan yang ada di dalam parlemen untuk tetap bisa menyuarakan kebijakan-kebijakan yang memiliki dimensi gender. Dimensi gender tersebut menurutnya sangat penting karena bisa menjadi elemen yang sangat menentukan terhadap keberhasilan atau efektivitas dari kebijakan yang muncul.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan salah satu contoh kebijakan yang memiliki dimensi gender adalah pada pemberian bantuan sosial (bansos) pada program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Desain penyaluran bansos yang mencakup pada 29 juta kelompok rentan ini disalurkan melalui kepala keluarga perempuan.
Baca juga: Sri Mulyani Kaji Bansos Pelajar yang Kesulitan Belajar Online
"(Pada kebijakan) ini kita bicara dengan fokus perempuan. Jangan lupa bawa policy-policy ini bukanlah gender-neutral. Kita melakukannya dengan sangat sadar bahwa kita ingin yang perempuan yang mendapatkan karena kepala keluarga perempuan insting pertamanya adalah melindungi anak-anak dan keluarganya," ujar Menkeu di Jakarta, Selasa (11/8/2020)
Menkeu juga menyebutkan bahwa lebih dari 6,2 juta nasabah yang menerima adalah para pengusaha perempuan yang tergabung dalam program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar).
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan Telah Kumpulkan 2 Juta Rekening Penerima Bantuan Rp600.000
"Kepada UMKM ada lebih dari Rp120 triliun yang dianggarkan untuk UMKM di Indonesia. Bantuan pada UMKM ini disalurkan melalui lembaga keuangan mulai dari bank yang memberikan penyaluran kepada kredit usaha kecil seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), maupun kepada lembaga keuangan yang bukan bank (LKBB) seperti Penanaman Modal Madani (PMN), Pegadaian, dan Pusat Investasi Pemerintah (PIP)," katanya.
Selain kebijakan dalam penanganan Covid-19, Menkeu juga menyebutkan kebijakan pemerintah lainnya yang memiliki dimensi gender. Di Kementerian Keuangan, Menkeu menyebut bahwa ia selalu meminta kepada seluruh jajaran Kementerian Keuangan untuk mulai memperkenalkan gender tagging. Artinya seluruh belanja keuangan negara harus bisa di-tag dengan dimensi gender. Menkeu menegaskan bahwa hal Ini bertujuan agar bisa dipantau apakah belanja belanja dan kebijakan pemerintah memang berpihak dan sadar terhadap perbedaan gender.
"Secara fisik dan biologi (perempuan dan laki-laki) berbeda. Oleh karena itu, policy itu tidak boleh gender-neutral, tapi policy harus tahu perbedaan laki-laki dan perempuan. Sehingga dia bisa memberikan pemihakan yang setara dan adil antara perbedaan gender yaitu laki-laki perempuan. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan yang sama dan memberikan pemihakan yang adil untuk umat manusia yang memiliki perbedaan jenis kelamin," tegas Menkeu.
Lalu, Menkeu juga menyebutkan bahwa mulai tahun 2020 ini, telah diluncurkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif untuk perempuan, yang tujuannya mengisi kesenjangan yang masih terjadi pada kelompok perempuan.
"Strategi Nasional ini memiliki beberapa aspek prioritas diantaranya adalah peningkatan edukasi dan literasi keuangan bagi perempuan, dukungan UMKM yang dikelola oleh kelompok perempuan, prioritas mengenai layanan keuangan digital untuk perempuan, serta peningkatan akses asuransi dan dana pensiun bagi perempuan," katanya.
Pada kesempatan itu, Menkeu juga mendorong agar perluasan kesempatan kerja bagi perempuan di Indonesia terus digalakkan. Menurut Menkeu, hal tersebut bisa menjadi salah satu penggerak dalam meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Penelitian dari McKinsey juga pada tahun 2018 yang lalu menunjukkan bahwa kesetaraan gender akan bisa membuat Indonesia berpeluang untuk meningkatkan GDP-nya hingga USD 135 milyar.
"Kita juga ingin agar jumlah dari perempuan-perempuan di Indonesia yang bisa produktif baik di dalam keluarganya maupun dia bekerja di luar keluarganya, dia kan bisa meningkatkan tidak hanya dari sisi income keluarga tapi juga martabat dan confidence dari perempuan itu sendiri," tandasnya.
(Fakhri Rezy)