JAKARTA - Uji coba vaksin Pfizer memberi dampak positif terhadap perekonomian, karena vaksin ini 90% bisa menangani virus corona. Penemuan itu berkat kerja keras penelitian dari pasangan suami istri asal Jerman. Keduanya CEO BioNTech, Dr Ugur Sahin dan Chief Medical Officer of BioNTech Dr Özlem Türeci.
Dilansir dari Businessinsider, Kamis (12/11/2020), pasangan ini menempuh jalur pendidikan kedokteran yang berbeda. Sahin, anak seorang pekerja pabrik mobil, mengenal ilmu medis dari buku sains. Sementara, Türeci memang tumbuh dari keluarga yang memang berkecimpung di dunia kesehatan, yang mana ayahnya merupakan seorang dokter bedah.
Sahin dan Türeci Bertemu saat kerja di sebuah Rumah Sakit yang berlokasi di Barat Daya Jerman
Sahin mendapatkan gelar Doctor of Medicine (MD) dari University of Cologne pada 1990. Istrinya, Türeci menorehkan gelar MD dari Fakultas Kedokteran Universitas Saarland.
Mereka menikah 2002 setelah mendirikan Perusahaan Farmasi pada 2001.
Baca Juga: Kisah Pasutri Pembuat Vaksin Pfizer yang Mendadak Jadi Miliarder
Mulai 2000, Sahin dan Türeci bersama-sama memimpin kelompok penelitian di Universitas Mainz. Kemudian, pada 2001, mereka mendirikan Ganymed Pharmaceuticals, yang berfokus pada peran antibodi dalam mengobati kanker. Ganymed dilirik oleh pasangan kembar identik yang merupakan miliarder, yaitu Thomas dan Andreas Strüngmann untuk diberikan sokongan dana.
Pada 2002, mereka memutuskan untuk membangun mahligai rumah tangga. Namun, keduanya tak melangsungkan bulan madu karena harus kembali bekerja di laboratorium setelah melangsungkan upacara pernikahan.
Perusahaan Diakuisisi oleh Astellas Pharma dengan Nilai sekitar USD1,4 Miliar Pada 2016
Mereka kemudian menjadi salah satu pendiri BioNTech pada tahun 2008, dengan Sahin sebagai CEO.Sahin juga mengambil peran CEO Ganymed. Sebelum akuisisi Ganymed, dia juga bekerja sebagai penasihat ilmiah untuk BioNTech.
Baca Juga: Uji Klinis Vaksin Sinovac di Brasil Dihentikan, Indonesia Bagaimana?
"Saya memahami bahwa apa yang dapat kami tawarkan kepada pasien kanker di rumah sakit tidaklah banyak, dan kami dapat berbuat lebih banyak dengan membawa penemuan baru ke sisi tempat tidur pasien. Pada tahun 2008, kami menyadari platform lain telah mencapai titik kematangan di mana mereka harus dipercepat menuju vaksin individual, dan BioNTech didirikan," kata Türeci kepada Clara Rodríguez Fernández dari LABIOTECH dalam wawancara tahun 2017.
BioNTech, yang mulai menggunakan imunoterapi dalam vaksin kanker, juga didukung oleh si kembar Strüngmann. Türeci menjadi Chief Medical Officer pada tahun 2018.
BioNTech dan Sahin Mulai Mempersempit Penelitian Virus Corona Pada Januari. Pfizer Bermitra dengan Mereka pada Bulan Maret.
Sahin membaca artikel dari The Lancet pada bulan Januari tentang wabah corona di Wuhan. Dia melihat potensi bahaya dan melihat bagaimana kerja BioNTech pada mRNA dapat diterapkan untuk vaksin. Saat itulah perusahaan yang memiliki 500 staf mulai mengerjakan senyawa potensial untuk "Project Lightspeed."
BioNTech telah mengerjakan vaksin flu potensial dengan Pfizer pada 2018. Saat Sahin mulai fokus pada penelitian virus Corona, dia menelepon Head of Vaccine Research Pfizer Kathrin Jansen, pada Februari. BioNTech bermitra dengan Pfizer pada bulan Maret, dan memulai penelitian vaksin pada manusia pada akhir April.
Sahin Dikabarkan Belum Mengecek Harga Saham Perseroan
Pada September, mereka tercatat sebagai salah satu dari 100 orang Jerman terkaya yang berada di urutan ke-85. Penilaian saham BioNTech mencapai USD25 miliar pada hari Jumat. Setahun yang lalu, jumlahnya sedikit di bawah USD3,4 miliar.
Meski begitu, Sahin tetap tampil sederhana. Di tetap bekerja menggunakan sepeda, helm yang lengkap dengan ransel di punggungnya. Dia terus mengajar di Pusat Medis Universitas Mainz; dia mulai mengajar di sana pada tahun 2014. Tureci selain bertugas di BionTech, dia juga menjabat sebagai president for the Association for Cancer Immunotherapy.
Sementara BioNTech melonjak, dan distribusi serta produksi vaksin meningkat, namun mereka tak peduli terhadap uang yang dihasilkan dari penjualan vaksin. Tapi, keduanya memilih fokus untuk terus mengembangkan penelitian medisnya.
The New York Times melaporkan bahwa, setelah menemukan vaksin Covid-19, pasangan itu merayakannya dengan menyeduh teh Turki.
(Feby Novalius)