NEW YORK - Dolar AS memperpanjang kenaikan terhadap sekeranjang mata uang pada akhir perdagangan Jumat. Dolar AS menguat setelah rencana Federal Reserve AS mengejutkan pasar dengan memberi sinyal akan menaikkan suku bunga dan mengakhiri pembelian obligasi lebih cepat
Indeks dolar terhadap enam mata uang utama naik 0,37% pada 92,213 atau level tertinggi sejak pertengahan April 2021. Hal tersebut menempatkan indeks pada kecepatan kenaikan mingguan tertinggi dengan naik hingga 2%.
Baca Juga: Fed Rate Bakal Naik, Indeks Dolar Menguat Tajam
Menurut Kepala Strategi Pasar Cambridge Global, Karl Schamotta, penguatan dolar dipicu adanya perkiraan bahwa 13 dari 18 pejabat The Fed melihat kebijakan suku bunga dapat dinaikan pada 2023.
Rencana tersebut juga diperkuat pernyataan Presiden Federal Reserve St Louis James Bullard . Dia mengatakan bahwa Bank Sentral AS minggu ini menuju pengetatan kebijakan moneter yang lebih cepat sebagau respons terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya inflasi.
Baca Juga: Indeks Dolar AS Menguat ke Level Tertinggi
"Saya pikir ini adalah gema langsung dari taper tantrum 2013. Anda melihat perubahan yang dirasakan dalam fungsi reaksi Fed yang mendorong investor ke dolar AS yang aman," katanya, dilansir dari Reuters, Sabtu (19/6/2021).
Investor pun menilai pengurangan stimulus moneter AS yang lebih cepat dari perkiraan membuat euro dan yen berada di bawah tekanan jual selama beberapa sesi perdagangan terakhir.
"Pada dasarnya, seluruh dunia kekurangan dolar. Semua orang mulai dari pedagang spekulatif hingga perusahaan hingga investor," kata Schamotta.
Sementara itu, investor juga enggan membeli euro karena kebijakan Bank Sentral Eropa yang lebih dovish.
"Bank Sentral AS selangkah lebih maju dari Bank Sentral Eropa dan akibatnya USD kemungkinan akan tetap didukung dengan baik terhadap EUR," kata ahli Strategi Commerzbank dalam catatan hariannya.
Sterling juga memperpanjang penurunannya terhadap dolar AS,d dengan turun di bawah USD1,39. Pelemahan tersebut karena kejutan hawkish Fed dan penurunan tak terduga dalam penjualan ritel Inggris.
(Feby Novalius)