Dia melanjutkan, risiko lain dari PLTS adalah kebutuhan lahan yang luas untuk meningkatkan kapasitas. Sementara Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), risikonya berasal dari kontur tanah serta keterbatasan air. "Jadi debit air perlu dipertimbangkan. Sedangkan dalam tahap operasionalnya, PLTA relatif lebih aman," ungkapnya.
Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), risikonya dari eksplorasi dan konstruksi yang membutuhkan waktu 6-7 tahun di awal pembangunan dengan biaya investasi yang tidak sedikit. "Di sisi lain, ada ada keterbatasan institusi finansial untuk membiayai proyek-proyek pembangkit tenaga listrik panas bumi tersebut," jelas Martin.
(Dani Jumadil Akhir)