JAKARTA - Program pembangunan rumah subsidi oleh pengembang harus betul-betul dipastikan menghasilkan produk tempat tinggal yang layak huni bagi masyarakat.
Sebab, di balik penambahan anggaran perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang besar itu, ternyata fakta di lapangan menyimpan sejumlah masalah.
"Misalnya rumah subsidi yang sudah terbangun, tetapi tidak layak ditempati," ujar Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat seperti dilansir Antara, di Jakarta, Rabu (11/8/2021).
Baca Juga: Basuki Ingin Hapus Persepsi Rumah Subsidi Murahan dan Tidak Berkualitas
Dia menyatakan penambahan kuota KPR subsidi harus diikuti dengan pengawasan terhadap perbankan dan pengembang.
Seperti diketahui, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberikan tambahan kuota Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) kepada PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk sebanyak 18.500 unit pada triwulan III 2021.
“Kementerian PUPR harus mengawasi perbankan dan pengembang agar setiap rumah subsidi yang ditawarkan dan atau dibangun untuk MBR, harus memenuhi ketentuan teknis bangunan yaitu persyaratan kelayakan hunian yang meliputi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan,” kata Toriq.
Toriq juga sangat menyayangkan ketika ada beberapa oknum pengembang yang menolak permintaan penerapan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).