JAKARTA - Biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) mencapai USD6,07 miliar. Jumlah tersebut terdiri atas pembiayaan Engineering Procurement Construction (EPC) sebesar USD4,8 miliar dan USD1,3 miliar untuk non-EPC.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko KAI, Salusra Wijaya menyebut, dalam hitungan awal konsorsium BUMN atau PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) anggaran KCJB mencapai USD6,07 miliar.
Namun begitu, sejak dilakukan kajian dengan bantuan konsultan anggaran justru mengalami pembengkakan (cost overrun). Di mana estimasi disusun sejak November 2020 lalu, perhitungannya justru melebar hingga angka USD8,6 miliar. Perubahan angka terjadi setelah adanya perubahan biaya, harga, hingga penundaan proyek karena perkara pembebasan lahan.
Karena itu, perkiraan konsorsium Indonesia bahwa anggaran KCJB berada di dalam skenario low and high. Low mencapai USD9,9 miliar dan high USD11 miliar. Artinya, cost overrun yang terjadi dengan skenario tersebut adalah sekitar USD3,8-4,9 miliar.
Baca Juga: 5 Fakta Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Pakai APBN hingga Balik Modal 40 Tahun
"Kalau dibuat ringkasan, ini penyebab utama kenapa terjadi cost overrun. Terbesar porsi COR di EPC," ujar Salusra dalam RDP bersama Komisi VI DPR beberapa waktu lalu, dikutip, Jumat (15/10/2021).
Padahal, sebelum China resmi menjadi mitra PSBI dalam pengerjaan mega proyek itu, Jepang merupakan salah satu negara yang terlebih dahulu mengajukan proposal dengam nilai investasi yang diperkirakan mencapai USD 6,2 miliar. Artinya, proposal yang ditawarkan Jepang lebih murah dibandingkan China.
Bahkan, dalam skemanya investasi yang ditawarkam berupa pinjaman 75 persen dengan tenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahunnya. Sayangnya, pemerintah Indonesia menolak proposal yang diajukan Jepang. Alasannya, proposal dianggap tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah. Perakara ini, membuat Duta Besar (Dubes) Jepang untuk Indonesia saat itu, Yasuaki Tanizaki merasa kecewa.
Baca Juga: Biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bengkak Rp69 Triliun, Erick Thohir Tunggu Audit BPKP
Padahal, kata Tanizaki, Jepang dalam lima tahun terakhir telah menghabiskan banyak uang untuk melakukan studi kelayakan proyek pembangunan kereta cepat tersebut. Bahkan, negeri Sakura itu telah menyesuaikan skema pembangunan dalam tiga tahun terakhir.