Di Balik Rencana Pailit Garuda Indonesia Gegara Utang, Pelita Air Jadi Pengganti?

Suparjo Ramalan, Jurnalis
Kamis 21 Oktober 2021 08:41 WIB
Garuda Indonesia terancam pailit (Foto: Okezone)
Share :

Dalam catatan MNC Portal Indonesia, salah satu skema restrukturisasi Garuda melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) untuk utang jatuh tempo Rp70 triliun.

PKPU sendiri masuk dalam empat opsi yang ditawarkan Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas. Artinya, Garuda Indonesia dapat menggunakan legal bankruptcy untuk merestrukturisasi kewajibannya baik utang, sewa, hingga kontrak kerja.

Bahkan, Tiko sapaan akrab Kartika menyebut, pihaknya menargetkan bisa melakukan restrukturisasi hingga USD1,5 miliar atau setara Rp21,4 triliun (kurs Rp14.400 per USD).

Jika EBITDA Garuda tidak sampai di angka USD200-250 juta, maka kondisi keuangan normal maksimum rasionya harus 6 kali. Jadi, sekitar USD250 juta dikali 6 atau USD1,5 miliar. Di atas itu Garuda tidak bisa going concern, karena tidak mampu membayar utang-utangnya.

Sementara itu, empat opsi yang sebelumnya ditawarkan pemegang saham diantaranya, pertama, pemerintah terus mendukung kinerja Garuda melalui pinjaman ekuitas. Opsi ini merujuk pada praktik restrukturisasi pemerintah Singapura terhadap salah satu penerbangan nasional negara setempat, yakni Singapore Airlines.

Kedua, menggunakan legal bankruptcy untuk merestrukturisasi kewajiban Garuda, seperti utang, sewa, dan kontrak kerja. Dalam catatan pemerintah, opsi ini masih mempertimbangkan Undang-Undang (UU) kepailitan, apakah regulasi memperbolehkan adanya restrukturisasi. Opsi ini merujuk pada penyelamatan Latam Airlines milik Malaysia.

Ketiga, Garuda dibiarkan melakukan restrukturisasi. Pada saat bersamaan, mulai mendirikan perusahaan maskapai penerbangan domestik baru yang akan mengambil alih sebagian besar rute domestik Garuda. Bahkan, menjadi national carrier di pasar domestik.

Keempat, Garuda akan dilikuidasi. Dalam opsi ini, pemerintah akan mendorong sektor swasta untuk meningkatkan layanan udara. Misalnya dengan pajak bandar udara (bandara) atau subsidi rute yang lebih rendah. Jika opsi terakhir menjadi pilihan pemerintah, maka Indonesia secara resmi tidak lagi memiliki national flag carrier.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya