Keempat, mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan program dan kegiatan layanan bantuan dan pendampingan hukum.
"Kelima, melakukan kerjasama dengan instansi terkait, perguruan tinggi dan atau organisasi profesi hukum," jelas SesKemenKopUKM.
Berikutnya, Pasal 52 memaparkan pelaksanaan layanan bantuan dan pendampingan hukum dilaksanakan oleh Kementerian/lembaga dan perangkat daerah yang membidangi usaha mikro, kecil dan menengah sesuai dengan kewenangan.
Di mana hasil pelaksanaan layanan bantuan dan pendampingan hukum dilaporkan kepada Kementerian Koperasi dan UKM. "Kementerian Koperasi dan UKM melaksanakan evaluasi paling sedikit satu kali dalam setahun," tukas Arif.
Arif menambahkan, program layanan bantuan dan pendampingan hukum ini secara khusus ditangani Asisten Deputi Fasilitasi Hukum dan Konsultasi Usaha yang dibentuk di bawah Deputi Bidang Usaha Mikro, sesuai dengan nomenklatur Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 1 tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koperasi dan UKM.
Tujuannya, lanjut SesKemenKopUKM, agar fokus membantu pelaku UMK mengatasi permasalahan hukum. "Hal ini merupakan salah satu bentuk keseriusan kami dalam membantu pelaku UMK untuk mendapat kemudahan dengan dibentuknya struktur satuan kerja sesuai dengan amanat PP Nomor 7 Tahun 2021," papar Arif.
Arif berharap, agar amanat PP Nomor 7 Tahun 2021 dapat secara massive terealisasi di Indonesia secara merata, dari setiap Dinas yang membidangi Koperasi dan UKM di Provinsi, Kabupaten dan Kota, agar mulai menyiapkan organisasi bantuan hukum KUMKM pada struktur satuan kerja perangkat di daerah masing-masing. Sehingga, kemudahan pelaku usaha mikro dan kecil dalam mencari perlindungan hukum dapat tercipta.
(Feby Novalius)