Sementara itu, Presiden Komisaris Edwin Soeryadjaya lebih kaya dua kali lipat, menjadi USD1,51 miliar atau setara Rp21,5 triliun. Adapun harta Wakil Presiden Komisaris Theodore Rachmat meningkat sebesar 78% menjadi USD2,84 miliar (Rp40,6 triliun).
Dewan Komisaris Adaro Energy Arini Subianto pun makin tajir dengan kekayaan yang naik 60% menjadi USD975 juta atau Rp13,9 triliun.
Meski kekayaan melambung di mana-mana, rencana Adaro Energy untuk melakukan diversifikasi ke energi bersih tak dihentikan. "Dalam sepuluh tahun ke depan, saya berharap energi terbarukan dapat menyumbang 50% dari aliran pendapatan perusahaan," kata Garibaldi.
Bergeser dari Adaro Energy, pendiri Harum Energy Kiki Barki bahkan kembali ke daftar 50 orang terkaya Indonesia karena harga saham perusahaan yang mengangkat kekayaan bersihnya empat kali lipat menjadi USD1,6 miliar (Rp22,8 triliun).
Kenaikan ini dimulai pada pertengahan 2020, ketika Harum mengakuisisi 3,2% saham dari Nickel Mines yang eksis di Australia. Sejak saat itu, nilainya meningkat jadi 6,7%.
Di tempat lain, saham Bayan Resources naik lebih dari 80% dalam 12 bulan terakhir, menggandakan harta pendirinya, Low Tuck Kwong menjadi USD2,55 miliar (Rp36,4 triliun). Perusahaannya pun menjadi salah satu penerima manfaat terbesar dari harga batu bara yang melambung.
Alasannya, karena perusahaan yang mengekspor sebagian besar outputnya. Itulah yang dikatakan analis RHB Sekuritas Indonesia, Fauzan Luthfi Djamal.
Beberapa perusahaan tambang batu bara telah mematangkan rencana diversifikasi untuk mengantisipasi berkurangnya prospek bahan bakar fosil. Meski begitu, direktur eksekutif dari Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Hendra Sinadia, justru mengatakan bahwa masih terlalu dini untuk menghapus komoditas tersebut.
"Saya harap, permintaaan dari pembangkit listrik akan tetap kuat, setidaknya dalam empat dekade mendatang. (Ini) mengingat (batu bara) masih merupakan bahan bakar yang paling terjangkau untuk listrik," katanya.
(Dani Jumadil Akhir)