JAKARTA - Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) menyatakan dampak kebijakan pelarangan ekspor batu bara selama Januari 2022, volume produksi batu bara nasional akan terganggu sebesar 38 - 40 juta metrik ton per bulan.
Menurut Ketua Umum APBI, Pandu Sjahrir pelarangan ekspor batu bara selama Januari 2022 membawa dampak signifikan terhadap industri pertambangan batu bara secara umum dan pendapatan negara dari sisi devisa.
"Pemerintah akan kehilangan devisa hasil ekspor batu bara sebesar kurang lebih USD3 miliar atau setara Rp42,8 triliun (kurs Rp14.273 per USD) per bulan. Pemerintah akan kehilangan pendapatan pajak dan non pajak (royalti) yang mana hal ini juga berdampak kepada kehilangan penerimaan pemerintah daerah," ujar Pandu dalam keterangan resminya, Minggu (2/1/2022).
Baca Juga: Tak Ingin Gelap Gulita, Ekspor Batu Bara Dilarang demi Jaga Pasokan Listrik 10 Juta Pelanggan
Dampak lainnya, arus kas produsen batu bara akan terganggu karena tidak dapat menjual batu bara ekspor. Kapal-kapal tujuan ekspor, hampir semuanya adalah kapal-kapal yang dioperasikan atau dimiliki oleh perusahaan negara-negara tujuan ekspor.
"Kapal-kapal tersebut tidak akan dapat berlayar menyusul penerapan kebijakan pelarangan penjualan ke luar negeri ini yang dalam hal ini perusahaan akan terkena biaya tambahan oleh perusahaan pelayaran terhadap penambahan waktu pemakaian (demurrage) yang cukup besar (USD20,000 - USD40,000 per hari per kapal) yang akan membebani perusahaan-perusahaan pengekspor yang juga akan berdampak terhadap penerimaan negara," kata Pandu.
Baca Juga: RI Krisis Batu Bara
Pandu Sjahrir menambahkan kapal-kapal yang sedang berlayar ke perairan Indonesia juga akan mengalami kondisi ketidakpastian dan hal ini berakibat pada reputasi dan kehandalan Indonesia selama ini sebagai pemasok batu bara dunia.