"Hal ini kami perkirakan sudah priced-in di pasar saham. Pasar saham justru sedang menikmati dampak positif kenaikan harga komoditias global, serta sektor turunannya yakni big ticket items seperti properti dan otomotif. Dan menurut kami, ini merupakan tanda yang bagus karena sektor swasta mulai bergerak kembali,” ujarnya.
Sementara itu pendapatan negara yang tumbuh positif ditopang oleh harga komoditas sepanjang tahun 2021, menyebabkan bertambahnya kelebihan pendanaan atau Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang dapat digunakan untuk mendanai kebutuhan tambahan yang mendesak.
Selain itu, tercatat akumulasi Saldo Anggaran Lebih (SAL) pada akhir tahun 2021 sebesar Rp333 triliun. Angka ini jauh melebihi rata-rata SAL tahun-tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp100 triliun. Hal ini juga berarti sehatnya pengelolaan keuangan negara.
Dengan masih berlanjutnya harga komoditas yang tinggi, realisasi APBN di bulan Januari 2022 mengalami surplus, dan menyumbang SILPA sebesar Rp25,9 triliun. Buffer fiskal ini diyakini menjadi salah satu komponen yang dapat digunakan Pemerintah dalam mengendalikan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia jika kondisi mendesak.
“Kami melihat posisi inflasi masih dapat terkendali dan target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan konservatif sebesar 5,2% masih mungkin dicapai,” katanya.
“Dengan melihat posisi APBN ini, dapat dikatakan bahwa APBN kita sudah berjalan on track dan Pemerintah akan mampu membuat kebijakan guna merespon perkembangan situasi saat ini. Kami melihat pemerintah memiliki dana yang sangat cukup untuk melakukan intervensi apabila diperlukan. Jadi kami optimistis dengan kemampuan Pemerintah Indonesia dalam merespon kondisi saat ini,” tutup Budi.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)