JAKARTA - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mencatatkan rugi tahun berjalan mencapai USD4,17 miliar atau setara Rp62,55 triliun (kurs Rp15.000). Perseroan mencatatkan pendapatan usaha sebesar USD1,33 miliar setara Rp19,95 triliun. Pendapatan tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan beban usaha yang mencapai USD2,6 miliar setara Rp39 triliun.
Belum lagi, pendapatan usaha lainnya juga tercatat negatif USD2,68 miliar. Hal ini membuat sepanjang 2021 Garuda Indonesia mencatatkan rugi usaha hingga USD3,96 miliar setara Rp59,4 triliun.
Adapun, dari sisi ekuitas, GIAA mencatatkan ekuitas negatif sebesar USD6,11 miliar akibat total liabilitas yang mencapai USD13,3 miliar berbanding aset yang hanya USD7,18 miliar. Besaran liabilitas GIAA yakni liabilitas jangka pendek yang sebesar USD5,77 miliar dan jangka panjang USD7,53 miliar. Sedangkan, total aset lancar yakni USD305,72 juta dan aset tidak lancar USD6,88 miliar. Saat itu, rasio utang terhadap asetnya pun mencapai 185%, dengan debt to equity ratio (-2,18).
Di sisi lain, GIAA) berencana melakukan penambahan modal negara (PMN) dengan memberian hak memesan efefk terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue. Rencana ini dilakukan perseroan berdasarkan Rencana Perdamaian, dengan salah satu skema restrukturisasi utang Perseroan adalah dengan cara penerbitan Saham Baru yang akan dikeluarkan dalam rangka PMN melalui penambahan modal dengan memberikan HMETD, konversi atas Utang Perseroan kepada Kreditur yang Berhak Menerima Ekuitas melalui PMTHMETD, serta Konversi OWK.