JAKARTA – Pemulihan ekonomi dunia yang semakin cepat dari pandemi Covid-19 telah memicu konsumsi energi terus meningkat. Sementara dalam waktu bersamaan, sejak akhir tahun lalu perang Rusia-Ukraina telah membuat 4% pasokan minyak ke pasar dunia terganggu. Akibatnya harga energi terus melambung tinggi dan mendorong lonjakan inflasi serta krisis energi di banyak negara di dunia.
Komisaris Utama Perusahaan Gas Negara (PGN) Arcandra Tahar mengatakan bahwa perang Rusia-Ukraina telah berdampak meluas, utamanya pada masalah pangan dan energi. Di Eropa, harga energi semakin tinggi lantaran sejumlah negara lebih fokus mengembangkan energi baru terbarukan (renewable energy) dan membatasi eksplorasi industri migas.
"Tantangan dunia hari ini adalah keterbatasan sumber energi akibat adanya perang dan pemulihan ekonomi yang positif akibat pandemi Covid-19. Banyak negara di Eropa yang mengalami krisis energi mulai kembali melakukan eksplorasi terhadap energi fosil yang sebelumnya mereka abaikan," kata Arcandra Tahar dalam pertemuan dengan Media di Jakarta, Kamis (18/8/2022).
Arcandra membeberkan dalam upaya mewujudkan net zero carbon pada tahun 2050-2060, di dunia terdapat dua paradigma besar. Negara-negara di Eropa fokus untuk mengembangkan renewable dan membatasi eksplorasi migas, termasuk penggunaan batubara.
Sementara Amerika Serikat tetap berpendirian bahwa energi fosil masih akan menjadi sumber utama energinya. Dampak peningkatan karbon dalam penggunaan energi fosil direspon Amerika dengan optimalisasi teknologi.