Trendsetter Lato-Lato inilah yang mampu mengubah perilaku anak-anak dari yang biasanya memegang Handphone untuk bermain game online, menjadi game offline. Mereka yang biasa bermain secara individualis mulai terjadi interaksi antar sesama teman. Apalagi Lato-Lato lebih seru jika bermain ramai-ramai.
Sayangnya, Lato-Lato bak pedang bermata dua. Selain membawa atmosfer baru, Lato-Lato juga memakan korban. Bola yang diayun secara cepat dengan berat beban tertentu bisa bergerak tidak terkontrol dan mengenai anggota tubuh si pemain. Tidak sedikit pemain menjadi memar, benjol bahkan ada yang mengalami kebutaan. Di sinilah perlunya pendampingan orangtua kepada pemain utamanya anak-anak. Sehingga tidak semakin banyak korban yang berjatuhan.
Kesempatan dan Momentum
Konon, Lato-Lato lahir di Amerika pada era 1960-an. Kemudian juga menyebar ke Inggris. Nama Lato Lato dikenal dengan klackers balls atau clackers balls. Kemudian masuk era tahun 1970-an, clackers balls mendunia dan dijual ke seluruh dunia.
Sebenarnya banyak permainan mendunia dengan objek bola. Sebut saja bola tendang yang sudah dikenal sejak abad ke-19 yang lahir di Britania Raya. Kemudian ada juga bola basket dan bola futsal. Lainnya, ada permainan biliar yang juga menggunakan objek bola.
Tidak hanya di Inggris, Indonesia juga punya permainan legendaris seperti gangsing. Sayangnya permainan berbahan dasar bambu ini sudah ditinggalkan. Bahkan di industri permainan skala masif, gangsing kurang dikenal. Gangsing kalah pamor dari Beyblade, padahal prinsip cara permaiannya pepersis gangsing.
Beyblade di pasaran didominasi oleh label-label perusahaan mainan internasional dengan cap produksi 'made in China'. Tidak heran jika anak-anak lebih mengenal Beyblade daripada Gangsing, karena tampilannya lebih keren dan modern. Padahal kalau dimodifikasi dan dikemas up to date, gangsing juga bersaing seperti Beyblade.