JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menolak anggapan ada liberalisasi anak usaha PT Pertamina (Persero), lantaran didorong melakukan Penawaran Umum Perdana Saham atau Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Menurutnya banyak perusahaan swasta di sektor minyak dan gas bumi (migas) yang juga melakukan Penawaran Umum Perdana di pasar modal.
Sehingga, menjadi anggapan yang salah bila aksi korporasi anak usaha BUMN Migas itu bagian dari liberalisasi saham.
"Sekarang banyak juga yang menghasilkan minyak dari privat sector dan sudah go publik juga, jadi jangan dikonotasikan ini sebagai liberalisasi. Kalau liberalisasi kenapa privat sector boleh, kita nggak boleh?," ujar Erick saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (28/2/2023).
Saat ini, anak usaha Pertamina yang sudah go publik adalah adalah PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). Diharapkan emiten dapat mengumpulkan dana sebesar Rp9 triliun untuk mendanai proyek panas bumi atau geothermal.
Selain PGE, pemegang saham juga tengah mematangkan kesiapan IPO PT Pertamina Hulu Energi (PHE). Meski begitu, hingga kini belum diketahui kapan PHE resmi mencatatkan sahamnya di pasar modal.
"Inilah kenapa kesepakatan dorong, Pertamina itu mencari dana untuk mengeksplorasi sumur-sumur baru sehingga produksi kita bisa kembali naik ataupun tetap merata. Jangan turun terus," ucap dia.
Erick sendiri meminta regulator pasar modal agar mendukung dan mempermudah BUMN yang akan melakukan IPO. Salah satunya dengan memberikan insentif berupa pelonggaran kebijakan persentase minimal saham yang ditawarkan ke publik.
Berdasarkan peraturan pasar modal saat ini, yaitu Poin III.2.6.3 Kep-00101/BEI/12-2021, calon perusahaan tercatat yang memiliki nilai ekuitas sebelum Penawaran Umum lebih dari Rp2 triliun, maka saham yang dilepas ke publik harus paling sedikit 10% dari jumlah saham beredar.
Menurut dia, porsi minimal 10% itu bisa jadi terlalu besar bagi BUMN yang secara rata-rata memiliki nilai kapitalisasi yang besar.
(Taufik Fajar)