JAKARTA - Pemerintah masih menyiapkan anggaran untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat desa. Meski status pandemi Covid-19 di Indonesia sudah masuk endemi.
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Agus Halim Iskandar menjelaskan, besaran BLT berkurang dari yang sebelumnya dianggarkan ketika Covid-19 berstatus pandemi. Jika saat covid 19 dalam APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa) dianggarkan sekitar Rp27 triliun, maka tahun 2023 ini dianggarkan sebesar Rp3,8 triliun untuk BLT.
"BLT di APBDes ada Rp3,8 triliun, jauh menurun dari pada sebelumnya yaitu Rp27 triliun untuk seluruh desa se- Indonesia," ujar Gus Halim dalam acara jumpa pers di Jakarta, Kamis (22/6/2023).
Lebih lanjut, Gus Halim menjelaskan pengurangan dalam anggaran BLT itu akan berdampak pada jumlah penerima manfaat yang jauh lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Tepatnya untuk para masyarakat desa yang masih menyimpan dampak dari adanya pandemi seperti belum dapatnya pekerjaan baru.
Menurutnya, pemberian BLT ini merupakan bantalan basi masyarakat desa untuk menjaga daya beli masyarakat. Namun pasca pengumuman status endemi Covid-19 ini juga tidak dapat dipungkiri masih ada masyarakat yang masih menyimpan dampak ekonomi tersebut.
"Sejak awal BLT dana desa hadir untuk merespon pandemi covid karena banyak orang yang kehilangan mata pencahariannya, maka syarat penerima BLT adalah warga desa yang karena Covid kemudian kehilangan mata pencahariannya," lanjutnya.
Adapun BLT tersebut pada tahun 2023 ini akan menyasar kepada 2.752.035 KPM (Keluarga Penerima Manfaat) di 71.984 desa seluruh Indonesia.
Bukan hanya BLT, seiring dengan pengumuman status endemi Covid-19 juga membuat beberapa pengalokasian dana desa yang sebelumnya untuk penanganan pandemi ke hal-hal lain yang tujuannya untuk proses pemulihan ekonomi.
Misalnya penambahan dana untuk pembangunan infrastruktur, program desa tanpa kemiskinan, serta pendidikan desa berkualitas. Pada tahun 2023, komposisi pengeluaran APB Desa untuk penanggulangan bencana, keadaan darurat dan medesak (Covid 19) sebesar Rp12,06 triliun.
"Jadi mulai sejak penurunan Covid-19 kemarin, meski belum diputuskan statusnya menjadi endemi, itu sudah mulai ada pengurangan-pengurangan alokasinya. Contoh dahulu ada alokasi anggaran untuk relawan covid, program sosialiasi, penyiapan tempat cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, penyiapan ruang isolasi di desa, itu setelah pasca-pandemi itu sudah tidak dianggarkan lagi," pungkasnya.
(Feby Novalius)