Perjalanan Freeport Gali Emas di Papua, Ada Campur Tangan Soeharto

Hafizhuddin , Jurnalis
Rabu 12 Juli 2023 15:11 WIB
Perjalanan Freeport Gali Emas di Tambang Papua. (Foto: Okezone.com/Reuters)
Share :

JAKARTA - PT Freeport Indonesia merupakan salah satu perusahaan tambang berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia. Setelah 50 tahun lebih menguasai tambang emas di Papua, Freeport-McMoran Inc akhirnya menyetujui kesepakatan divestasi atas kepemilikan sahamnya di PT Freeport Indonesia.

Walau kesepakatan ini tidak berarti Indonesia kembali menguasai pertambangan Freeport seutuhnya. Setidaknya sebagian besar (51%) saham PT Freeport Indonesia akan menjadi milik PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum).

Menilik kembali ke pemerintahan di Orde Lama, awalnya Soekarno tidak pernah membiarkan investasi perusahaan asing masuk ke Indonesia.

Waktu berselang, ekonomi yang terguncang pasca pemerintahan Orde Baru, memicu Soeharto untuk segera melakukan stabilisasi ekonomi, salah satunya dengan cara membuka ruang investasi bagi perusahaan asing. Disitulah Freeport masuk dan akhirnya mendapat izin untuk menambang di Timika, Papua.

Saat itu belum genap dua bulan Soeharto resmi menjadi Presiden kedua Indonesia. Ekonomi Indonesia tidak keruan. Adanya peristiwa G30S dan huru-hara di sejumlah daerah setelah peralihan kekuasaan. Ditambah inflasi mencapai 600-700% yang menyebabkan kenaikan harga pkomoditas pangan. Bahkan pembangunan infrastruktur pun sempat terhenti.

Walau pada 1967 mendapat izin dari Pemerintah Indonesia. Freeport baru benar-benar mulai menambang emas dan tembaga di Papua sekitar tahun 1973.

Dalam kontraknya, terhitung sejak kegiatan komersialmya pertama dilakukan, Freeport mendapat hak konsensi lahan penambangan seluas 10.908 hektar, selama 30 tahun.

Berikut perjalanan Freeport di Tambang Emas Papua

1. Fase KK1

Kontrak pertama dikenal sebagai Kontrak Karya (KK) 1, salah satu isinya berupa kuasa Pemerintah Indonesia dalam menerima sejumlah royalti dari hasil penjualan konsentrat tambang. Untuk tembaga, skemanya 1,5% dari penjualan (jika harga kurang dari 0,9 dolar AS/pound) hingga 3,5% dari penjualan (jika harga mencapai 1,1 dolar AS/pound). Sementara untuk emas dan perak ditetapkan sebesar 1% dari harga jual.

Hal tersebut yang kemudian dikomentari oleh Ratih dan Bambang bahwa Kontrak Karya tersebut merupakan generasi pertama pemanfaatan modal asing dizaman orde baru yang masih menguntungkan Investor, dalam bukunya Soetaryo Sigit: Membangun Pertambangan Untuk Kemakmuran Indonesia (2016:248)

Perlu diketahui, Freeport sampai saat ini memiliki 2 lokasi pertambangan. Ertsberg yang dikenal sebagai penghasil tembaga dan Grasberg sebagai penghasil emas. Sebelum tambang Grasberg ditemukan pada 1988, Ertsberg-lah yang pertama kali ditemukan pada 1936 dan dinamai sesuai karakteristiknya ‘Ertsberg’ yakni Gunung Tembaga, karena satu dan lain hal ekspedisi kembali dilakukan oleh Freeport pada 1963 untuk menemukan Ertsberg kembali. Sekalipun Ertsberg dikatakan hanya mengandung 3% tembaga, nyatanya di tahun pertama (1973) Freeport mulai beroperasi, lokasi tambang tersebut mampu mengirim 10.000 tembaga hasil pertamanya ke Jepang.

Di sisi lain, Grasberg (1988) merupakan lokasi tambang unik yang mengandung tembaga dan emas. Tiap harinya Grasberg bisa menghasilkan 5 juta pon tembaga dan 5.000 ons emas. Dengan perolehan terbanyak di dunia mencapai 3,5 juta ton ons pada 2001. Tak ayal, Grasberg tercatat sebagai salah satu tambang emas terbesar di dunia.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya