JAKARTA - Pungutan biaya pada jasa layanan pembayaran QRIS mulai dikeluhkan dan dinilai tidak tepat untuk dilakukan.
Ketua Umum Akumandiri, Hermwati Setyorinny mengatakan, saat ini para pelaku UMKM sudah banyak bayar administrasi, mulai di skala daerah, hingga nasional. Belum lagi kondisi pascapandemi membuat ekonomi baru pulih kembali.
Konsumsi masyarakat juga mulai merangkak naik, ditambah kebiasaan cashless melalui QRIS sudah banyak dilakukan saat pandemi dan terus mengalami pertumbuhan. Hal-hal inilah yang seharusnya bisa dimanfaatkan para pelaku UMKM dari sisi memberikan kemudahan layanan pembayaran ke konsumen.
"Nilai yang ditetapkan pemungutan transaksi QRIS saja hampir lebih setengahnya dari wajib pajak, jadi sebenarnya mesti dikaji ulang, dan tidak sebesar itu, butuh sosialisasi juga, jangan tiba-tiba, pelaku UMKM pedagang sendiri tidak diberitahu," ujar Hermwati dalam Market Review IDXChannel, Rabu (12/7/2023).
Sebelumnya Bank Indonesia (BI) resmi memberlakukan biaya layanan QRIS bagi Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) sebesar 0,3 persen sejak 1 Juli 2023. Padahal biaya Merchant Discount Rate (MDR) QRIS sebelumnya tidak dipungut alias 0 persen hingga 30 Juni 2023 lalu.
"Belum tepat, karena kondisi pasca pandemi, tapi ada hal yang muncul, keniakan harga, ketersediaan harga yang tidak stabil, dampak resesi global, momen ini sayang sekali kalau diperlakukan MDR 0,3% belum lagi UMKM diminta kesadaran wajib pajak sebesar 0,5%," sambungnya.
Belum lagi kata Hermwati para pelaku UMKM ini masih punya beban retribusi daerah yang harus dibayarkan selain wajib pajak untuk Pemerintah Pusat. Sehingga menurutnya meski hanya ditetapkan 0,3% kebijakan penerapan biaya layanan transaksi QRIS masih belum tepat dan hanya membuat penambahan beban bagi pelaku UMKM.