"Kita ingin jika memungkinkan, BUMN memiliki porsi yang lebih besar di Vale, dan ada relinquish, sehingga juga setara dengan perusahaan-perusahaan pertambangan lain. Namun, ini masih dalam proses negosiasi," sebutnya.
Dirinya pun percaya BUMN dapat mengambil alih saham Vale seiring dengan kemampuan keuangan badan usaha plat merah yang sangat mendukung.
"BUMN punya duit loh. Jangan dibilang BUMN tidak punya duit sekarang. Kita punya net income aja kurang lebih Rp250 triliun. Jadi ada uangnya," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bakhtiar mengatakan, Vale terlambat dalam meningkatkan investasi nikel meski telah beroperasi puluhan tahun di Indonesia.
"Vale termasuk yang sudah lama beroperasi, namun jika dikatakan terlambat dalam memenuhi komitmen dalam kontrak karya, iya," katanya.
Menurutnya, pemerintah perlu tegas dalam menagih komitmen perusahaan pertambangan yang tercantum dalam kontrak karya. Langkah ini diperlukan agar Negara dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan publik.
Bisman menganjurkan agar pemerintah segera mengambil alih Vale melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebab, eksekutif perlu mengambil langkah strategis bagaimana agar menjadi pengendali emiten berkode INCO tersebut.
"Termasuk bagaimana kesiapan dan kemampuan BUMN untuk mengakuisisi saham Vale atau jika memungkinkan tidak diperpanjang kontrak dengan Vale dan beralih kelola ke BUMN. Jadi lebih baik BUMN fokus dan serius mempersiapkan diri untuk secara penuh mengelola tambang agar kembali ke Ibu Pertiwi," tambahnya.
(Taufik Fajar)