JAKARTA - Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK) mendatangi Hotel Sultan untuk memberitahu pihak manajemen bahwa tenggat waktu yang diberikan untuk mengosongkan lahan Blok 15 kawasan GBK (lokasi Hotel Sultan berdiri) telah berakhir.
Direktur Utama PPKGBK Rakhmadi A Kusumo menjelaskan kedatangannya bersama dengan aparat kepolisian tersebut dilanjutkan dengan pemasangan sejumlah spanduk di sejumlah titik untuk menegaskan bahwa Blok 15 kawasan GBK merupakan barang milik negara.
BACA JUGA:
Menurutnya PPKGBK telah beberapa kali mengirimkan surat kepada PT Indobuildco untuk mengosongkan lahan ini karena hak guna bangunan yang dimilikinya telah berakhir.
Sebab tenggat waktu untuk pengosongan kawasan hotel yang diberikan telah berakhir pada 29 September 2023. Namun hingga saat ini Hotel Sultan masih beroperasi normal.
BACA JUGA:
"Jadi, kami minta pihak Indobuildco maupun manajemen Hotel Sultan bisa bekerja sama dan segera mengosongkan lahan di Blok 15 ini. Kami juga memasang sejumlah spanduk pemberitahuan bahwa lahan Blok 15 merupakan barang milik negara untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mempertahankan aset negara," ujar Adi di Jakarta, Rabu (4/10/2023).
Rakhmadi menambahkan, pemerintah telah menyiapkan rencana induk pengembangan kawasan GBK menjadi kawasan terintegrasi dan modern, berstandar internasional, serta bermanfaat dari sisi lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya.
Area Blok 15 di mana terletak eks HGB Nomor 26/Gelora dan 27/Gelora yang dipegang oleh Indobuildco dengan beberapa bangunan dan gedung di sana, termasuk Hotel Sultan, menjadi kesatuan dari rencana induk pengembangan kawasan GBK.
Kuasa Hukum PPK GBK Chandra M Hamzah menambahkan kawasan GBK termasuk lahan eks HGB 26/Gelora dan eks HGB 27/Gelora (Blok 15) telah dibebaskan oleh negara untuk kepentingan penyelenggaraan Asian Games ke-6 di Jakarta tahun 1962.
BACA JUGA:
Selain itu negara tidak pernah melepaskan hak atas tanah lahan, eks HGB 26/Gelora dan eks HGB 27/Gelora kepada pihak manapun. Pada tahun 1989, diterbitkanlah sertifikat HPL 1/Gelora atas nama Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Meski sertifikat HPL baru terbit pada 1989, secara yuridis tanah tersebut adalah milik negara ketika negara melakukan pembebasan. Sehingga kawasan tersebut bukanlah tanah negara bebas.
Status kepemilikan negara atas aset ini juga diperkuat dengan adanya putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, kasasi sampai empat putusan Peninjauan Kembali (PK) yang menyatakan HPL 1/Gelora atas nama Kementerian Sekretariat Negara cq PPKGBK adalah sah.
"Bahkan, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta juga telah menolak gugatan Indobuildco terhadap penerbitan SK Kepala BPN Nomor 169/1989, yang menjadi dasar penerbitan HPL 1/Gelora," pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)