Soal Ekonomi 2024, Sri Mulyani: Kata-Kata Optimis Jangan Hanya Jadi Jargon

Michelle Natalia, Jurnalis
Jum'at 22 Desember 2023 11:58 WIB
Sri Mulyani ingin optimisme ekonomi bukan hanya kata jargon (Foto: Okezone)
Share :

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggambarkan kondisi ekonomi Indonesia 2024 sebagai 'optimis dan waspada'. Terlebih, tahun depan sangat menentukan, bukan hanya sebagai tahun Pemilu dan transisi kepemimpinan, namun juga menjadi tahun pengantar landasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Panjang (RPJMP) 2045 Menuju Indonesia Emas.

"Kata-kata optimis ini basisnya apa, supaya tidak hanya menjadi jargon. Kalau kita lihat tahun 2023 ini kan tadinya diprediksi berbagai lembaga internasional sebagai tahun yang cukup gelap dengan banyak proyeksi mengenai kondisi ekonomi negara besar yang bahkan kemungkinan masuk resesi," jelas Sri dalam Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia di Jakarta, Jumat (22/12/2023).

Dia menyebut, salah satu negara yang disebutkan adalah Amerika Serikat (AS). Selama 15 bulan, suku bunga di negara-negara maju itu naiknya luar biasa ekstrem. Berbicara soal suku bunga The Fed, naiknya melebihi 500 basis poin hanya dalam waktu kurang dari 12 bulan.

"Suatu perekonomian yang diberikan shock begitu besar hingga menaikkan suku bunga begitu drastis biasanya tidak bertahan, biasanya dia melemah atau bisa resesi. Eropa juga sama, yang tadinya suku bunganya negatif atau nol, kenaikannya 400 basis poin," tambah Sri.

Sehingga, kedua mesin ekonomi dunia itu mengalami perlambatan. Namun, untuk AS, muncul suatu harapan karena resiliensi perekonomiannya hingga akhir tahun ini.

"Maka perekonomian terbesar dunia setidaknya bisa bertahan dengan kenaikan suku bunga yang begitu besar juga. Sementara China di sisi lain menghadapi masalah yang cukup struktural," ungkap Sri.

Jika dilihat dari konstelasi perekonomian dunia, ekonomi-ekonomi terbesar dunia semuanya mengalami persoalan struktural dan menghadapi shock dari sisi policy-driven, seperti kenaikan suku bunga.

"Maka dari itu kita harus berhati-hati, waspada. Waktu itu, untuk bisa optimis saja kita perlu untuk mencari alasan, mungkin kita melihatnya dari sisi domestik, demand kita, dari sisi consumption. Ekspor kan kelihatan tahun ini mengalami negative growth," sambung Sri.

Tak hanya itu, impor Indonesia pun mengalami pertumbuhan negatif. Akan tetapi, PMI manufaktur Indonesia masih positif di antara beberapa negara yang disurvei meski ekspor dan impor Indonesia tumbuh negatif.

"Untuk 2024, dengan situasi tadi, kalau suku bunganya tinggi dan bertahan agak lama, walau sekarang diskusinya 'lamanya berapa lama?'. Tadinya ada yang bilang 24 bulan, 18 bulan, sekarang lebih pendek lagi, bahkan ada harapan penurunan suku bunga di second half next year," kata Sri.

Dia mengatakan, ini memberikan harapan, muncul optimisme. Karena ini menandakan shock terburuk dari kenaikan suku bunga sudah dilewati.

"Persoalan yang barangkali kita perlu lihat, lebih ke masalah fundamental, seperti aging di China itu kan tidak bisa di-reserve dengan policy immediately, kalau masalah properti dan NPL itu juga tidak bisa kalau dilakukan restructuring, tidak akan bisa immediately memberikan pengaruh terhadap growth. Jadi ini masalah fundamental," imbuh Sri.

Selanjutnya adalah masalah fragmentasi dan geopolitik. Ini yang mungkin menyebabkan perekonomian yang sangat terglobalisasi, investasi dan perdagangan tadinya bisa berlalu lalang dan menimbulkan mesin pertumbuhan, sekarang menjadi semakin terfragmentasi.

"Ini menimbulkan downside risks. Jadi kita harus menghadapi 2024 dengan kondisi eksternal yang tidak friendly dan masalah fundamental," tandas Sri.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya