JAKARTA - Ketentuan pajak atas transaksi jual beli saham. Bagi para trader saham tak perlu repot memikirkan berapa besar pajak yang perlu ditanggung untuk transaksi saham. Sebab, setiap transaksi penjualan saham sudah termasuk pemotongan pajak.
Tarif pajak penghasilan final (PPh) dalam investasi saham hanya dikenakan atas transaksi penjualan saham dan perolehan dividen. Demikian dikutip ketentuan Pajak Penghasilan (PPh) yang dimuat dalam situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (28/12/2023).
Rinciannya, tarif PPh dikenakan transaksi penjualan saham sebesar 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham di BEI.
Sementara bagi investor yang menerima dividen, akan dikenakan PPh sebesar 10% dari penghasilan bruto.
Namun, dengan berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja, dividen yang diterima investor dalam negeri juga dikecualikan dari objek pajak, tetapi pengeculian ini baru diberikan apabila dana dividen perlu diinvestasikan kembali.
Hal yang perlu diingat adalah bahwa secara administratif, potongan pajak tersebut sudah dilakukan secara otomatis. Investor sebagai wajib pajak hanya perlu melaporkannya dalam SPT
“Pelaporan penting, biar nanti ada cross-chek antara pemotong dan trader pemilik saham,” kata Research Manager Indonesia Taxation Analysis Fajry Akbar.
Bagaimana Pelaporannya?
Pelaporan SPT sejatinya adalah kewajiban wajib pajak, termasuk investor. Kendati pajak setiap transaksi saham sudah terpotong, pelaporan tetap perlu dilakukan.
Apabila saham masih berada dalam portofolio dan belum terjual, maka kita perlu melaporkan jumlahnya sebagai harta dalam SPT tahunan. Bagi seorang trader yang transaksi hariannya besar, maka tak perlu repot menuliskan kode emiten atau merinci jumlah saham satu per satu, alias cukup mencatat total nilai saham tersebut.
Sementara apabila apabila saham telah dijual, maka investor perlu melaporkannya sebagai penghasilan pajak yang dikenai PPh final tadi dengan merinci total penjualan yang diterima.
Fajry memaparkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) perlu memberi keringanan bagi wajib pajak dalam hal ini trader saham tersebut.
“DJP seharusnya memberikan kemudahan. Ini orang kan sudah bayar ke negara, pelaporannya toh dipermudah lah ya. Sesuai paradigma DJP sekarang harus ada reformasi administrasi untuk memudahkan wajib pajak,” tandasnya.
Trader Saham Sudah Bayar Pajak Final saat Jual
Pengamat Pasar Modal Universitas Indonesia Budi Frensidy menegaskan bahwa para trader saham sejatinya telah membayar pajak penghasilan final (PPh) saat terjadi penjualan saham.
Sesuai ketentuan perpajakan, pemotongan pajak penghasilan (PPh) telah dilakukan secara otomatis terjadi setiap transaksi penjualan saham. Pajak juga tetap berlaku meskipun investor menjual saham dalam posisi rugi.
“Investor sudah bayar pajak final saat jual (baik untung maupun rugi). Dividen kan juga sudah bebas pajak,” kata Budi.
Sebagai catatan bahwa pembelian saham tidak dikenakan pajak. Sementara untuk dividen juga telah dikecualikan dari objek pajak sejak berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja. Pengeculian ini baru diberikan apabila dana dividen diinvestasikan kembali.
Kepatuhan pelaporan di SPT juga dipandang sudah menjadi aktivitas yang wajib dilakukan bagi seorang trader saham. Dalam hal ini tugas pengawasan berada di tangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Research Manager Indonesia Taxation Analysis Fajry Akbar menilai DJP perlu memberi keringanan dalam pelaporan transaksi, menyusul banyaknya transaksi yang dilakukan trader.
“Keringanan seperti total transaksi harian atau periode tertentu,” ujarnya.
Sebagai catatan bahwa Wajib Pajak (WP) termasuk pula investor, tidak lepas dari kewajiban membayar pajak kepada negara. Setiap awal tahun, sudah menjadi kewajiban untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Tahun Pajak sebelumnya.
Investor yang menanamkan uangnya di pasar modal diwajibkan melaporkan pajak sahamnya dan jumlah investasinya, meskipun pajak dalam investasi saham itu berlaku final alias sudah dipotong pajak saat pencairan saham.
(Dani Jumadil Akhir)