SERANG - Buruh PT Prima Jaya Multicon yang didampingi kuasa hukum dari FSB Niekuba dan Korwil KSBSI Banten melakukan upaya perundingan tentang besaran uang pesangon yang seharusnya mereka terima. Hal ini sejak PHK diumumkan perusahaan pada, Kamis 7 Maret 2024.
Sejumlah perwakilan buruh dan manajemen Multikon mengadakan perundingan bipartit di kantor Disnaker Kabupaten Serang Banten.
Di saat Hari Raya Idul Fitri tinggal menghitung hari, para pekerja yang sebagian besar merupakan tulang punggung keluarga tersebut harus menelan kenyataan pahit, hasil di kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Serang, pada Selasa (26/03) kemarin, manajemen menawarkan pesangon dengan jumlah yang jauh dari harapan mereka.
“Terhadap tutupnya perusahaan ini, perusahaan bersedia memberikan kompensasi sekitar 1 (satu) upah yang diterima pekerja pada bulan terkahir ditambah Rp100.000 (seratus ribu rupiah) pertahun per masa kerja,” seperti tertulis dalam berita acara hasil perundingan, dikutip Jumat (29/3/2024).
Besaran tawaran pesangon dari perusahaan yang tidak sesuai dengan aturan hukum seperti tertuang dalam UU Ciipta Karya No.6 Tahun 2023 Juncto PP 35/2021 tentang PHK itu pun langsung ditolak oleh para pekerja dan meminta pesangon yang diberikan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
“Kalau ditambahkan Rp100 ribu pasti jelas kami keberatan. Kenapa kami keberatan. Bukan berarti menolak, bukan berlagak tegas, masih keberatan,” ucap Sis Joko Wasono selaku Kuasa Hukum Serikat buruh Multicon yang juga merupakan Koordinator Wilayah (Korwil) KSBSI) Banten.
Penolakan itu disampaikan para pekerja dan kuasa hukum, apalagi pada kesempatan itu pihak perusahaan Multicon juga memastikan bahwa upah yang diberikan bukan upah minimum yang berlaku di Kabupaten Serang, melainkan upah yang diterima buruh terakhir sebelum pengumuman PHK.
Hal ini dipertanyakan para pekerja mengingat UMR Kabupaten Serang merupakan tertinggi di Provinsi Banten yaitu Rp 4.560.894 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor 561/Kep.293-Huk/2023 dan berlaku mulai 1 Januari 2024.
“Itu yang bisa kita sampaikan. Mau pahit manis kita sampaikan. Kita dari pihak perusahaan memang diberikan waktu 30 hari agar mencapai kesepakatan bersama, baik untuk perusahaan dan baik untuk kawan-kawan pekerja. Diterima monggo, nggak diterima haknya kawan-kawan,” tutur Kuasa hukum Multicon Junaidi.
Dari hasil risalah perundingan perselisihan antara pekerja dan perusahaan PT Prima Jaya Multicon yang ditandatangani masing-masing kuasa hukum perusahaan dan serikat buruh itu disebutkan bahwa perusahaan tutup karena mengalami kerugian dan menawarkan besaran pesangon.
Namun selama perundingan tidak dibahas atau disampaikan oleh pihak kuasa hukum perusahaan mengenai kerugian pabrik yang memproduksi bata ringan tersebut secara jelas.
Hadir dalam pertemuan itu, perwakilan perusahaan dan pekerja yang didampingi kuasa masing-masing. Perundingan perselisihan ini pun tidak menemui kata sepakat dan rencananya akan dilanjutkan pada Jumat, 29 Maret mendatang.
Para pekerja pun dengan tertib membubarkan diri dan berharap keadilan yang mereka perjuangkan dapat ditegakkan, salah satunya diutarakan oleh Sigit, selaku Ketua Serikat Perwakilan Buruh Multicon.
“Parah sekali, perusahaan menawarkan satu bulan upah ditambah Rp100 ribu per masa kerja pertahun. Misal kerja 1 tahun Rp100rb, 3 tahun dapat Rp300 ribu,” tutur Sigit selaku
Sementara itu, Ketua Serikat Buruh Multicon yang turut beruding dengan perusahaan kepada iNews Media Group. Sementara itu, pada kesempatan terpisah, pengamat ketenagakerjaan sekaligus Koordinator BPJS Watch menyatakan, jika yang menjadi dasar PHK adalah karena perusahaan harus mengalami kerugian, maka harus ada laporan berdasarkan hasil audit.
“Kompensasi pesangon kalau pun, misalnya bener perusahaan rugi kemudian harus melakuan PHK, menurut PP 35 itu besarannya 0,5. Misalnya ada karyawan yang kerjanya 7-8 tahun berarti dia dapat 8 di bagi 2 berarti 4 kali upah ditambah Penghargaan Masa Kerja. Jadi 4+3 sehingga dapat pesangonnya 7 kali upah,” kata Timboel.
Demikian pula mengenai upah yang diberikan sebagai dasar penghitungan pesangon, kata tokoh yang biasa mendampingi kasus buruh ini, lokasi kerja di Kabupaten serang itu, maka yang dibayarkan harus berdasarkan UMP yang berlaku di kabupaten tersebut, “Jika dibayar di bawah upah minimun kabupaten tempat di mana lokasi perusahaan berada maka bisa dikenakan pidana,” tuturnya tegas
(Feby Novalius)