Banyak Kasus Bea Cukai, Jokowi dan Sri Mulyani Dinilai Lamban Berbenah

Suparjo Ramalan, Jurnalis
Sabtu 18 Mei 2024 15:25 WIB
Banyaknya kasus yang viral membuat kinerja bea cukai disorot (Foto: Okezone)
Share :

JAKARTA - Banyaknya kasus di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea Cukai) yang viral menjadi sorotan masyarakat. Beberapa diantaranya viral menjadi puncak gunung es atas kusutnya tata kelola instansi di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu.

Belakangan ini, kinerja Bea Cukai menjadi sorotan masyarakat luas, terutama aturan terkait barang bawaan dari luar negeri hingga kasus pengenaan bea masuk yang tak wajar.

Beberapa kasus Bea Cukai yang viral di media massa dan media sosial adalah piala lomba WNI dari Jepang kena bea masuk, bongkar paket mainan Megatron Medy Renaldy, hingga Kepala Bea Cukai Purwakarta yang dilaporkan ke KPK.

Lantas, pemerintah lambat memperbaiki Bea Cukai? Sehingga akhir-akhir ini banyak masalah yang mencuat dan membuat geram publik.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan, kinerja Bea Cukai kerap jadi sorotan lantaran reformasi birokrasi di internal belum berjalan baik. Padahal remunerasi pegawai di instansi ini salah satu yang paling besar dibanding kementerian dan lembaga (K/L) lainnya.

Kendati, Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun gunung untuk menyelesaikan persoalan yang menghantui Ditjen Bea Cukai, Bhima memandang Kelapa Negara dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati lamban berbenah. Menurutnya, rentetan masalah seyogyanya sudah diselesaikan sejak lama.

“Presiden sangat terlambat mengurus masalah serius di internal Bea Cukai. Ini sudah puncak gunung es ya, langkah Presiden penting, tapi harusnya reformasi di internal Bea Cukai bisa diselesaikan Sri Mulyani sejak lama,” ujar Bhima, Sabtu (18/5/2024).

Bhima mencatat, masalah utama Bea Cukai ada pada tiga hal. Pertama, koordinasi dengan pihak terkait, pernyataan ini didasarkan pada kasus selisih harga barang impor yang dilaporkan penjual dan pembeli dengan koreksi Bea Cukai.

“Maka diperlukan koordinasi dengan pihak logistik maupun Bea Cukai di negara asal. HS code-nya kan ada, tinggal di samakan harganya saja. Jadi tidak perlu banyak koreksi atau ketakutan berlebihan Bea Cukai soal under invoicing,” paparnya.

Kedua, tindakan disiplin kepada petugas lambat. Bhima memandang seyogyanya pemerintah mengusut perkara yang terjadi di Bea Cukai dan mengambil tindakan tegas bila ditemukan masalah. Misalnya adanya sikap suap menyuap.

Otoritas, lanjut dia, bisa bertindak tegas seperti memecat delapan pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buntut kasus TPPU senilai Rp349 triliun.

“Misalnya kasus Rp349 triliun di internal Kemenkeu yang sempat heboh belum seluruhnya ditindaklanjuti. Begitu ada petugas menerima suap sekecil apapun ya langsung diperiksa dan dipecat,” beber dia.

Ketiga, whistleblower Bea Cukai tidak berjalan efektif. Artinya, orang dalam yang diberi tugas mengungkap dugaan pelanggaran dan kejahatan di Bea Cukai tidak berfungsi.

“Petugas Bea cukai tidak semuanya kan buruk ya, yang masih lurus harus diberikan kesempatan melapor rekan sejawat atau atasan yang menyimpang,” tukas Bhima.

Dia menekan, bila tiga perkara tersebut tidak diselesaikan, maka instansi negara itu tetap saja penuh dengan masalah. Sekalipun, Bea Cukai bakal berdiri sendiri atau melepas diri dari Kemenkeu.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya